Lihat ke Halaman Asli

Kasus Mirna dan Sampah Informasi

Diperbarui: 31 Januari 2016   09:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="foto ilustrasi (foto dindin)"][/caption]Beberapa minggu ini setiap kita menyalakan tivi, membaca koran, berita online, ataupun  jejaring sosial hampir semuanya rame konde memberi informasi  kasus kematian Wayan Mirna  Salihin. Menepikan pemberitaan-pemberitaan lainnya. Stasiun televisi beberapa kali membuat jeda breaking news untuk kasus ini. Layaknya peristiwa nasional seperti bom Sarinah, Gunung Merapi meletus, atau musibah jatuhnya pesawat Air Asia.

Di kompasiana, artikel tentang kasus Mirna  tidak sedikit juga yang mengulas, dan tentu mendapat hit yang  tinggi. Ini menunjukkan betapa kasus ini begitu besar menyita perhatian publik.

Tapi tidak sedikit pula yang jengah dengan pemberitaan kasus ini-termasuk saya. Dari sisi konten informasi public, pemberitaan tentang kasus Mirna tidak begitu banyak memberi manfaat. Karena lebih banyak mengambil angel  sisi negatif perbuatan pelaku.

Berapa ratus kali kata “pembunuhan” disebut  dalam pemberitaan. Berapa ratus kali nama Jessica dihakimi jadi tersangka-walaupun akhirnya ditetapkan sebagai tersangaka. Dan masih banyak kata-kata negatif lain.

Dari sisi porsi pemberitaan, kasus ini membuat penonton/pembaca sampai muntah-muntah menelannya. Terlalu besar porsinya, bahkan sudah menjadi sampah informasi. Tidak pagi, siang, sore, malam, stasiun televisi dalam infonewsnya memberikan porsi paling banyak mengupas kasus yang kini makin jadi polemik setelah pihak Polda Metro Jaya menetapkan tersangkanya. Belum lagi infotainment yang juga tentu dengan gegap gempita membahasnya.

Jutaan anak-anak harus menjadi korban informasi tak perlu dan takpantas konsumsi, karena secara terpaksa, terlanjur, dan  terjebak harus mendengar, membaca, melihat pemberitaannya.

Pembunuhan apa sih yah?

Kenapa si Jessica membunuh?

Sianida itu apa sih?

Cinta segitiga itu apa yah?

Betapa orang tua harus menyiapkan banyak alternatif jawaban kepada anak-anak yang terlanjur memotretnya. Ingat mata kanak-kanak adalah mata kamera, tajam sekali dalam melihat. Sirkuit otak mereka belum cukup mampu memahaminya. Atau banyak juga orang tua yang terpaksa menjawab; itu urusan orang dewasa, sudah ganti chanel saja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline