Lihat ke Halaman Asli

Pengikut Gafatar: Apa yang Menancap di Ubun-ubunmu?

Diperbarui: 27 Januari 2016   15:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Anak-anak pengungsi eks Gafatar digendong petugas keamanan saat turun di Pelabuhan Tanjung Mas Semarang beberapa waktu lalu (foto dindin)"][/caption]Otak saya tidak mampu menjangkau logika dan pemikiran para pengikut Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). Apapun dalihnya, mereka telah terpedaya oleh hasutan sekelompok orang yang berlindung di balik topeng perubahan kesejahteraan, keadilan, dan kebenaran. Toh nyatanya, apa yang dijanji-janjikan oleh  pimpinan  Gafatar tak pernah terwujud.

Kini mereka pulang (lagi) ke kampung halaman.  Kampung di mana mereka dilahirkan dan dibesarkan dengan cucuran kasih sayang orang tua, sanak kerabat, tetangga, dan alam sekitarnya.  

Otak bodoh saya juga tidak mampu menjangkau  mengapa mereka meninggalkan pekerjaan, harta benda, dan semua yang telah dimilikinya.  Bahkan banyak juga di antara mereka yang embawa serta orang tua, suami,istri, bahkan anak-anak yang masih kecil-kecil dalam perjalanan  yang penuh risiko tersebut.  

Ini adalah tragedi kemanusiaan. Lihatlah, wajah anak-anak itu, polos dan pasti tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Mengapa mereka harus kehilangan indahnya masa kanak-kanaknya. Seolah tercerabut begitu saja semua kenangan manisnya.  Menuju rumah baru, daerah baru yang bak  alas gung liwang liwung, jauh dari sanak kerabat, jauh dari teman-teman sepermainan.

[caption caption="Sebanyak 315 pengungsi eks Gafatar tiba di pelabuhan Tanjung Mas, mereka kemudian ditampung di Asrama Haji Donohudan (foto dindin)"]

[/caption]Mereka pasti juga tidak banyak mengerti, mengapa rumah baru saja mereka huni beberapa lama  dibakar, orang tua mereka diusir. Dalam kebingungan mereka harus menempuh perjalanan berhari-hari dengan kawalan ketat petugas keamanan.  Kembali lagi ke kampung halaman yang belum tentu akan menerima mereka seperti sedia kala.  Bagaimana tidak; rumah, sawah, pekarangan, ternak, dan seluruh harta benda orang tuanya telah dijual. Habis. Tak tersisa.   

Jujur saya takhabis pikir, otak dangkal saya belum bisa menerima mengapa banyak orang-orang di sekitar kita yang masih saja terpedaya oleh janji-janji  dan hasutan sekelompok orang yang mengatasnamakan kesejahteraan, kemuliaan, bahkan tawaran surga yang begitu mudahnya dapat diperoleh. Kesejahteraan dan kemuliaan hanya bisa didapat dengan  kesungguhan, kerja keras, dan ketekunan. Surga hanya bisa didapat dengan kesalehan  dan  berbuat baik dengan sesama.

Saya terus  bertanya-tanya, apa sebernarnya yang menancap di ubun-ubunmu hai para pengikut Gafatar? Mungkin karena saya bodoh. 

 

Ngijo, 27 Januari 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline