Lihat ke Halaman Asli

Stroke dan Ketulusan Sungkono Rawat 3 Anak Yatim Piatu

Diperbarui: 19 Januari 2016   17:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sungkono dan istri yang selalu setia menemani (foto dindin)"][/caption]Hari beranjak sore saat saya dan beberapa rekan berkunjung ke rumah Endang- korban terseret arus Sungai yang meninggal bersama anak balitanya beberapa waktu lalu. Saya beberapa kali mengunjungi rumahnya setelah kejadian itu. Seperti diberitakan banyak media, Endang dan satu anaknya yang masih balita akhirnya tewas setelah sebelumnya terseret arus Sungai Tempuran Kelurahan Sukorejo, Kota Semarang. Tiga anaknya yang lain kini sementara ditampung di rumah salah seorang warga. AJT-sebuah organisasi massa peduli sesama- bersama warga sepakat membedah rumah janda beranak empat tersebut.

Rumah yang sebelumnya ditinggali ketiga anaknya itu tak ubahnya seperti kandang. Sampah di sana-sini, pengap, gelap, dan minim penerangan. Maklum semenjak ditinggal mati suaminya 2007 silam kejiwaan Endang sering tergoncang. Oleh karena itu, warga dibantu AJT berinisiatif membangun kembali dan memperbaiki rumah tersebut. Di samping nantinya agar layak ditinggali, juga agar bisa untuk investasi anak-anaknya kelak.

Sejurus mengamati rumah yang tengah dipugar, mata saya tertuju pada sosok lelaki tua yang duduk di kursi roda tidak jauh dari rumah Endang. Lelaki tua yang malang, pikir saja. Memang di usia senja penyakit banyak datang menghampiri, dan tubuh biasanya tak mampu menangkalnya.

Dari seorang warga saya mendapat informasi namanya Pak Sungkono. Ia menderita stroke sejak dua bulan yang lalu. Sungkono memiliki seorang istri dan tiga anak. Menarik bagi saya, ternyata dialah yang menampung anak-anak almarhum  Endang yang kini telah jadi yatim piatu. Saya benar-benar ingin berbincang dengannya. Beberapa saat kemudian saya beringsut dan duduk di samping kursi rodanya

“Moggo Mas. Silakan-silakan,” kata Pak Sungkono mempersilakan saya duduk dengan suara terbata-bata. Penyakit stroke membuat artikulasinya tidak begitu jelas terdengar. 

“Sejak kapan sakitnya Pak?” tanya saya.

“Sudah dua bulan Mas. Sedang disuruh ngelakoni sama Gusti Allah,” sahut Ny. Sungkono yang duduk tidak jauh dari suaminya.

“Ya Allah. Repot juga ya Bu. Terus anak-anak Bu Endang katanya tidur di sini juga,” tanya saya menyelidik.

“Sudah dua minggu Mas mereka tidur di rumah saya. Lha maunya mereka di sini. Tidak mau menginap di tempat lain. Sekarang saya ngopeni empat orang. Tiga anak kecil itu dan Bapake ini,” ujar Bu Sungkono sambil menunjuk suaminya.

Saya cukup heran, rumahnya tidak begitu besar, dan tentu saja bukan kategori orang kaya, namun kepeduliannya pada orang-orang di sekitarnya patut diacungi jempol. Buktinya ia mau menampung dan merawat anak-anak yatim itu di rumahnya. 

“Ndak apa-apa Mas, wong mereka maunya di sini. Bahkan kemarin sudah ada panti asuhan yang mau menjemput. Tapi Pio yang paling kecil malah menangis minta tetap tinggal di sini,” tukas Pak Sungkono.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline