[caption id="attachment_392953" align="alignnone" width="600" caption="ilustrasi dari baltyra.com"][/caption]
Publik baru saja disuguhi teater politik paling konyol, paling mengerikan dalam penegakan hukum negeri ini. Wakil Ketua KPK Bambang Widjayanto (BW) ditangkap oleh polisi saat mengantar anaknya sekolah. Ia diborgol, dintimidasi, hampir saja mau dilakban, bak maling ayam.
Walau belakangan ia dibebaskan, namun kejadian ini menegaskan bahwa negeri kita kini dikuasai para maling, para bramacorah. Semua tahu, semua paham bahwa akar masalah penangkapan ini bermula dari gagalnya Budi Gunawan (BG) maju sebagai Kapolri. Menyitir ungkapan seniman Butet Kertarajasa logika orang bodohpun dapat menyimpulkan kejadian ini terkait penetapan BG sebagai tersangka oleh KPK.
Yang menarik adalah anomali peta politik dalam kasus ini. Sejak Jokowi menunjuk BG sebagai calon tunggal Kapolri, sebenarnya jelas akan menuai banyak masalah di kemudian hari mengingat ia memiliki raport merah. Anehnya walau KPK sudah menetapkan BG sebagai tersangka, hampir semua anggota Komisi III DPRRI -kecuali Demokrat- bersuara bulat mengamini usulan presiden. Bahkan di akhir sesi, BG diperlakukan bak pahlawan. Hampir semua anggota dewan yang terhormat menyalami BG dengan bangga, cipika cipiki seperti kawan akrab.
Lantas mengapa mereka tutup mata? Ke mana Koalisi Merah Putih yang gagah perkasa? Semua seolah diam, sampai akhirnya publik mendesak dan Jokowi kemudian mengubah kebijakannya-menunda pelantikan BG dan menujuk Badodin Haiti sebagai Plt Kapolri.
Selesai? Ternyata ini baru awal drama kekonyolan. Publik sebenarnya banyak berharap terjadi cooling down atas kasus yang sudah mencoreng institusi Polri dan lembaga kepresidenan itu. Namun ternyata tidak.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto malah melempar bola panas dengan mengungkap perilaku politik Ketua KPK Abraham Samad saat pilpres. Tidak hanya sampai disitu serangan terhadap KPK. Puncaknya adalah penangkapan Bambang oleh Bareskrim Pori.
Anehnya ada kejadian segawat ini orang-orang (baca: politisi) tidak banyak yang bersuara. Semua seolah tiarap. Bahkan Jokowipun tampak gagap. Ia gagal menunjukkan sikap tegasnya sebagai pemimpin-seperti yang ia janjikan dalam kampanye-kampanyenya.
Bagaimana dengan partai politik? Demokrat menginstruksikan anggotanya untuk tidak berbicara terkait kasus BG dan BW. Golkar, PKS, PAN, PPP, PKB. Hmm.. Tak ada lagi yang bersuara lantang seperti mereka membahas RUU MD3 atau RUU Pilkada. Kemana Koalisi Merah Putih yang perkasa? Sepertinya semua saling sandera. Sangat hati-hati, seolah menyimpan rapat-rapat kartu truf masing-masing.
Bahkan mediapun sepertinya membatasi pemberitaan peristiwa mengerikan ini. Hanya Kompas TV yang menyiarkan secara live hingga larut malam aktivitas massa yang menyuarakan pembebasan BW di kantor KPK. Dan akhirnya rakyat sendirilah yang menjadi penyelamat negeri ini. Rakyat jualah yang memiliki kepedulian dan kekuatan pembendung para bramacorah menguasai Indonesia. (din)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H