Imbas Virus Koronakah Ini?
Ketika mendapatkan gangguan, imbas jasmani ke rohani, tidur tak nyenyak, bangun tak enak bahkan perlu bantuan. Kenakan pakaian terasa sesak, lepaskan pun kesulitan. Selama sepekan terusik sekujur badan, dari kepala hingga ujung kaki. Sambil merasakan dan menahan, nyeri pun lambat laun merambat hilang dan muncul lagi. Tanpa putus harap, karunia Allah pun segera datang. Harapan sembuh membuncah. Optimisme dan semangat hidup menguat. Nikmat Tuhan yang mana terus kita dustakan? Karunia nikmat-Nya berlapis dan kita tidak mampu menghitungnya.
Di tengah kegalauan pandemi virus corona yang melanda berbagai negeri, dan keperihan yang mengganggu, penulis mencoba keluar dan berhasil membeli sebuah tongkat sebagai penyangga tubuh untuk tetap tegak. Semangat untuk pulih walau dalam perjalanan tertatih-tatih. Berusaha sekuat tenaga dan berdo’a moga sembuh dan bisa beraktivitas seperti biasa.
Sambil berangkat menuju fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKPT) di Puskesmas, penulis mendaftar guna mendapatkan rujukan. Dapat rujukan pada hari Senin tanggal 17 Februari 2020, kemudian langsung menuju ke fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL), sebuah rumah sakit swasta, tempat yang ditunjuk, dengan harapan dapat pelayanan tindakan sore harinya.
Tetapi harapan pupus. Staf informasi rumah sakit memberi keterangan singkat bahwa rujukan untuk saat ini sepuluh hari kemudian, tepatnya tanggal 28 Februari 2020, hari Jumat. Saya heran, kenapa tidak mengambil dua hari saja setelah itu yaitu tanggal 19 misalnya? Tanpa diskusi panjang, ambil hikmahnya. Hikmah apalagi yang didapat dengan penangguhan ini. Terpaksa menunggu selama sepuluh hari, dampak corona virus kah ini?
Sepuluh hari lamanya penantian, sambil bertahan menjalani rasa nyeri sekujur tubuh semampu mungkin. Ingat Sayyidul Istghfar yang senantiasa dilantunkan Rasul Saw “Allahumma Anta Rabbi” dan seterusnya. Toh Allah tidak membebani hamba-Nya dengan memberi beban berat yang tidak bisa dilakukan dan diemban hamba-Nya. Selalu tetap bertahan semampu raga, sambil menunggu jadwal rawat jalan tiba.
Tiba tanggal pemeriksaan, tepat waktunya sesuai yang dinanti. Proses diperiksa dan didiagnosa dokter ahli sesuai urutan, selesai pukul sepuluh malam. Alhamdulillah, cuaca cerah, pemeriksaan dan diagnosa selesai, proses cukup lancar. Resep obat siap sesuai petunjuk dan keterangan. Takaran dan dosis sesuai resep dokter. Sepadan untuk kebutuhan satu minggu.
Ketika pengambilan obat di instalasi farmasi, ternyata ada satu jenis obat yang diresepkan tidak ditanggung oleh program BPJS Kesehatan. Empat jenis obatnya. Satu unit jenis obat di antaranya tidak mencantumkan label obat, hanya takaran resep tertera tulisan “dua x sehari” satu tablet setelah makan, dalam porsi sebanyak kebutuhan satu minggu. Ada nilai dan harga yang cukup karena di luar tanggungan BPJS. Tanpa surat tanda terima atau kuitansi, langsung dibayar. Tidak apa-apa demi kesehatan terawat.
Seminggu kemudian, dengan membawa surat keterangan masih dalam masa perawatan tingkat lanjut (RJTL) rumah sakit rujukan, lagi-lagi dijanjikan sepuluh hari mendatang yaitu tanggal 13 Maret 2020, padahal jelas-jelas tertera dalam RJTL rekomendasi dokter tanggal 6 Maret 2020. Tidak apa-apa toh dalam kondisi normal, waktu pun tidak tergesa-gesa. Imbas virus coronakah ini?
Pada tanggal 12, sehari sebelum tanggal 13 Maret, mendaftar lagi buat kontrol sore harinya. Informasi yang saya dapat bahwa pada hari Kamis tidak ada jadwal poli tersebut di sana. Terkejut? Tidak juga. Lantas saya mengajukan daftar yang sudah dijanjikan tanggal 13 Maret 2020. Tapi lacur dan mengherankan. Oleh staf informasi rumah sakit dikatakan, sambil menganulir jadwal tertulis tangan tanggal 13 tadi, dengan alasan ada acara di sana. Apakah gara-gara covid 19 di sana, maka jadwalnya ditangguhkan lagi? Pertanyaan terulang lagi di dalam hati.
Maka cek up dialihkan lagi sepuluh hari kemudian yakni tanggal 23 Maret 2020, hari Senin. Penantian yang cukup lama, dari tanggal 6 Maret ditunda sampai 13 Maret, kemudian dialihkan menjadi 23 Maret. Prestasi penundaan yang layak untuk direnungkan, berbuah keheranan. Tiga kali penundaan. Bayangkan, kebutuhan dasar kesehatan diberi celah sampai berkali-kali penundaan. Apakah ini imbas virus corona di sana?