Lihat ke Halaman Asli

EM EM Diahmad

m muslihat diahmad

Puasa Sepanjang Masa

Diperbarui: 5 Juli 2017   07:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Puasa Sepanjang Masa

Ramadan sudah berlalu. Bekasnya ada, terpateri dalam diri. Lalu pertanyaan bergelayut di hadapan kita, dan kepada siapa saja. Apakah pengaruh puasa yang sudah dijalani dapat diraih dengan baik? Apakah kemenangan yang  disuguhkan membekas dalam keseharian kita? Apakah dapat mengetahui gerangan apa yang kita dapatkan darinya? Apakah puasa kita diterima? Apakah  dapat merasakan sehingga menemukan Lailatul Qadr di tengah-tengah kegiatan itu? Apakah yang ingin kita capai dengan puasa yang barusan saja kita penuhi? Apakah nampak bekas-bekas pada fisik dan rohani kita dari puasa yang kita lalui. Kita tidak tahu. Hanya Tuhan saja yang Maha Tahu.

Salah satu tanda amal kita diterima Tuhan, apabila usai melakukan amal kebaikan yang satu, dengan segera ingin lagi melakukan kebaikan yang lain, atau meneruskan kebaikan yang sudah dilaksanakan secara terus menerus. Tuhan sendiri telah memberikan sinyal kepada para hamba-Nya, peluang yang luas untuk itu. Dalam satu ayat pencerahan (al-Insyirah) surah ke-94, dikatakan bahwa 'Bila usai dari satu urusan, maka tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain. Jangan jemu, apalagi berhenti, jangan sekali-kali bosan berharap kepada Tuhan.'

Bahwa mengulangi berpuasa sesudah puasa Ramadan menjadi tanda diterima puasa Ramadan. Karena apabila Allah menerima amal seseorang hamba, Tuhan mentaufiqkan hamba itu untuk mengerjakannya lagi. Karena selalu berharap akan reda-Nya yang bersinergi dengan rasa syukur penuh tawakkal, serta berserah diri. Itu suatu pertanda, bahwa amal yang dilaksanakan untuk mendekatkan diri kepada Allah di bulan Ramadan, tiada berhenti dengan selesainya Ramadan, bahkan menjadi kekal, karena mengiringinya dengan puasa yang lain. Demikian diutarakan T.M. Hasbi ash-Shidieqy (1996).

Seusai puasa Ramadan, tibalah Syawal, bulan peningkatan amal. Bulan fitrah, bulan kesucian, disunatkan lagi untuk berpuasa enam hari lamanya. Dalam suasana lebaran berhari raya, masih banyak melayani tamu dan banyak makanan, puasa enam hari bulan ini terasa berat dilakukan, sehingga keutamaan ganjaran pahalanya pun lebih besar, yaitu seperti berpuasa sepanjang masa.

Puasa sepanjang masa, berarti puasa satu tahun penuh. Coba kita hitung secara sederhana, penggandaan matematis. Puasa Ramadan yang berbilang tiga puluh atau dua puluh sembilan hari, digandakan setiap hari menjadi sepuluh ganjaran pahala. Jadilah jumlahnya tiga ratus ganjaran, berbilang menjadi sepuluh bulan. Ditambah enam hari puasa sunat bulan Syawal yang digandakan menjadi enam puluh hari, berbilang menjadi dua bulan. Maka jumlah total dua belas bulan atau setahun atau tiga ratus enam puluh hari. Atau bisa jadi tiga ratus lima puluh hari bulan Qamariyah, jika Ramadannya dua puluh sembilan hari, berbeda sebelas hari dengan tahun Syamsiah/Masehi.

Walaupun tidak mengharapkan pahala dari hasil amal perbuatan kita, akan tetapi hanya menuntut keridaan Allah semata. Karena Dia-lah sebenarnya yang dituju dalam amal ibadah, sebagai tanda mensyukuri nikmat karunia-Nya dengan tekun beramal saleh sambil bertawakkal. Bila sudah selesai mengerjakan suatu amal, maka diteruskan dengan amal yang lain. Sebab, dalam keadaan terus beramal, kita akan menemui ketenangan jiwa dan kelapangan hati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline