Dua tahun lalu, sama sekali tak terbayang bisa menuntaskan tantangan menulis sebulan penuh. Selama ramadan pula. Saya baru benar-benar yakin telah selesaikan tantangan, ketika meng-klik tombol 'tayang' di 1 Syawal 1442 Hijriah. Hari yang bertepatan dengan hari ke-31, samber thr tahun 2021.
Lega luar biasa. Beberapa misteri topik dan tantangan, juga bisa saya selesaikan. Khusus yang menjanjikan hadiah besar, sesuai kebiasaan personal, saya bahkan siapkan dua artikel. Dua angle tulisan berbeda, saya harapkan, salah satunya memenuhi kriteria tim juri.
Alhamdulillah. Kebiasaan yang memang menjanjikan keberhasilan. Sudah lebih dari sekali, trik ini berhasil memasukkan tulisan saya sebagai salah satu pemenang. Meski belum pernah juara satu, masuk di tiga besar atau deretan pemenang favorit, selalu sangat pantas disyukuri.
Di tahun ini, rasanya saya lebih menggila. Saya mengambil dua tantangan sekaligus. Itu berarti, saya wajib menulis 60 artikel.
Tetap saja ada sisi keberuntungan. Tantangan yang lain, tidak mewajibkan topik tertentu. Aturan dasarnya, wajib menulis atau bercerita selama sebulan penuh. Jadi, berbeda dengan konsep samber thr Kompasiana, tulisan saya lebih banyak muatan curcol-nya (curhat colongan).
Semacam memindahkan diari personal ke dunia maya. Ya tidak plek ketiplek diari si. Banyak subjek atau objek cerita yang tidak dituliskan segamblang di diari. Aman. Curcol, tapi tak bernama.
Yang unik, dua sahabat terdekat lintas jaman, sampai memesan cerita khusus tentang mereka. Yang satu, teman mendaki gunung Rinjani, di tahun 2001. Tak banyak yang saya ingat. Selain di tulisan tentangnya, unik di bagian saya mengingat dengan baik motif kemeja flanel yang ia kirimkan setelah pendakian. Saya justru lupa, bagaimana ending dari kemeja flanel tersebut.
Sahabat satunya, bahkan setelah saya menuliskan satu episode kami berdua, rasanya masih tak akan bosan saling menceritakan ulang episode tersebut. Ah, kembali hati saya menghangat. Betapa persahabatan yang tulus, sungguh benar bisa abadi. Tak peduli, sebagai manusia, masing-masing kami tentu melakukan kesalahan atau kekeliruan, selalu kami kembali berteman. Alhamdulillah.
Kutipan dari sastrawan besar Indonesia, 'Menulis adalah pekerjaan untuk keabadian'-- Pramoedya A.T., sangatlah benar. Tak peduli, entah memenuhi tantangan menulis atau hanya menulis karena sedang ingin, begitu banyak kisah hidup yang terabadikan.