Baru banget ketiban dicurcoli seorang gadis remaja. Seorang teman perempuannya yang lain, curhat, capek hati ditanya kapan menikah. Saya jawab, -- nyontek opsi jawaban netizen maha benar di twitland, "Punya uang 50 juta buat nyumbang pernikahan saya? Boleh dah. Minggu ini juga kayaknya bisa saya nikah". Di twitland, bisa enteng ngetiknya, makanya saya juga enteng nyontek. Di dunia nyata, yakin berani tabah bilang begitu? Kalau ke bibi, mungkin bisa, tapi sambil cengengesan. Kalau yang komen bude atau pakde? Hayyoo looo..
Iya banget ini. Saban mau lebaran, sekarang mulai menjadi momen yang menakutkan bagi sebagian orang. Deretan jenis orang yang takut tersebut, diantaranya: jomblo akut (padahal kan memang mau anti pacaran), pasangan baru menikah tapi belum hamil, pasangan yang baru punya anak pertama dan sudah ditanyakan kapan dikasi adik, pasangan bekerja dan lebih nyaman ngontrak terus ditanya 'Kenapa ndak beli rumah sendiri saja?' Pekerja freelance yang dikomenin, 'Sayang ya, ndak ASN. Kan kasian anak-anaknya. ndak bisa punya Askes'.
Wah, koq jadi banyak ya. Akan semakin banyak, karena seperti netizen, selalu saja ada bagian dari keluarga kita yang maha kepo plus nyinyir adalah jalan ninja mereka. Yang terlihat, bukan apa yang telah kita capai dan selalu sangat bisa disyukuri. Yang terlihat, adalah segala yang tidak kita punya. Sudah punya mobil, 'Mbok ya tambah satu mobil lagi. Kan enak, kalau pas jalan-jalan, bude sekeluarga bisa ikut numpang'. Sudah punya rumah, 'Beli satu lagi di kota sana. Lumayan, harganya sedang murah. Kalau sedang kosong, nanti keponakanmu bisa nungguin rumahnya. Sementara belum laku' -- sakti ya, disaranin beli rumah, auto langsung disuruh jual, dan ditinggali keluarga sementara belum laku.
Jadi, contoh-contoh di atas, kerap tak terhindarkan dan mulai menjadi topik obrolan semi wajib saat kumpul keluarga, tetangga atau kelompok apapun saat lebaran. Padahal, kan lebih enak, kalau misalnya topiknya diberdayakan lebih optimal. Mumpung kumpul ramai-ramai, topiknya bisa 'Optimasi Digital Marketing Untuk Bisnis Rumahan Para Tante'. Bisa juga, 'Nyontek Jurus Kaya Ghozali, Memulai Bisnis di Metaverse'.
Pertama, tetap lakukan basa-basi seperlunya, layaknya sapaan saat pertama bertemu. Ya tapi ndak perlu auto nyanyi, 'Hai halo apa kabar!' juga ya ^^ Saling mengkonfirmasi keadaan masing-masing. sama-sama bersyukur masih diberi kesehatan, sehingga bisa silaturahmi di hari raya kemenangan, Iedul Fitri.
Kedua, menjawab hanya ketika ditanyai. Khusus trik yang ini, untuk para keluarga yang berjenis 'high kepo' atau nyinyirable, pakai jawaban singkat, padat, tegas dan jelas. Contohnya, 'Ya', 'Tidak', 'Nggih', 'Terima kasih'. Sudah. Cukup. Selesai.
Ketiga, sekarang ini, saya sudah mampu auto menjawab jenis pertanyaan, 'Eh, si itu kabarnya begini begitu. Kamu tau ndak?' Saya akan menjawab, 'Wah, ndak tau ya. Mending ditanya langsung saja ke si itu. Saya bukan jubirnya'. Aneh kan ya. Nanyain kabar orang lain, ke orang lainnya lagi. Bagaimana bisa tau coba? Jauh lebih baik ditanyakan ke orang bersangkutan dong. Jawabannya sudah di kategori haqqul yakin, ya karena dia sendirilah yang ditanyai.
Keempat, batasi memarketingkan pencapaian-pencapaian terbaik keluarga kita. Bukan momen interview pekerjaan ini. Prestasi sebaiknya dibuatkan daftar khusus di resume personal. Jauh lebih berguna dipakai saat melamar pekerjaan. Kalaupun ditanyakan anak-anak kita saat ini sedang mengapa, dimana dan bersama siapa, dijawab saja seperlunya. Jangan menjawab seperti mengisi form doc survey ya ^^