InshaAllah. Setidaknya, kebiasaan yang syukur-syukur jika kemudian menjadi budaya, salah satu rumus mendasar eratnya ikatan pertemanan. Mengapa?
# Budaya Tepat Waktu Membiasakan Menghargai Janji Bertemu
Sejak menetap kembali di Lombok di awal tahun 2014, masih bisa dihitung dengan jari tangan, lingkar pertemanan lama maupun baru saya, yang bisa hadir di janji temu tepat waktu.
Yang termasuk dalam hitungan, membuat saya ikut menuntut diri. Ketika membuat janji dengan mereka, saya akan sama baiknya, menjaga ketepatan waktu bertemu. Misal, janji bertemu pukul 4 sore, saya akan memastikan berada di lokasi yang disepakati, ya tepat jam 4.
Meski jika kemudian datang lebih awal, tak masalah. Yang penting, jangan sampai terlambat dan jadi meminta maaf untuk keterlambatan tersebut.
Yang di luar hitungan, ya saya tetap menuntut diri untuk tepat waktu. Kan niatnya mau membangun jadi kebiasaan positif.
# Budaya Tepat Waktu, Membantu Menyelesaikan Lebih Banyak Pekerjaan
Kalimat ini, sangat tepat dialamatkan pada jenis pekerja yang ditumpuk rentetan deadline. Penulis dengan job menulisnya. Editor dengan daftar naskah yang harus diedit. Akuntan dengan laporan keuangan dan masih buanyaaakk lagi contoh lainnya.
Pasti menyenangkan, ketika semua daftar pekerjaan selesai tepat waktu, ada keluangan untuk istirahat. Toh, ketika malah lebih terbiasa menumpuk peer, umumnya ya berujung pada gunungan peer yang tak pernah benar-benar berhasil mencapai garis datar, alias selesai.