Seringkali malah kami berjualan sehari penuh. Laku atau tidak, biar Tuhan yang menilai ikhtiar kami...
Begitu jawaban salah seorang ibu penjual asongan lainnya, ketika saya tanyai, biasanya mereka berjualan berapa jam dalam sehari. Tak ada meja kerja, AC, atau laptop dengan foto keluarga di sampingnya. Para ibu ini bekerja di sekitar dua sampai tiga titik pantai. Yang beruntung, suami atau keluarga mereka akan mengantar atau menjemput dengan naik motor. Buat yang tidak, berjalan kaki puluhan kilometer adalah 'olahraga' keseharian mereka.
Pantai Tanjung Aan, Lombok Tengah, Rabu 15 Desember lalu sudah terik di pukul 9 pagi. Langit dan laut tampak serba biru. Pasir putih sehalus tepung, memaksa langkah dan jejak kaki agak terseret. Tak jarang, kaki terbenam. Pasir putih nan halus ini jugalah, yang memahat betis para ibu penjual ini. Balung kawat tulang wesi ala Lombok, di sekitar 5 sampai 7 spot pantai di DSP (Daerah Super Prioritas) Mandalika.
Kami Pekerja Lepas Nan Merdeka
Tolong beli dagangan saya juga. Capek, tadi jalan kaki ke sini dari Tanjung Aan. Kalau ada yang laku, hari ini saya bisa istirahat lebih awal. Tolong ya bu..
Lain waktu, kalimat rayuan inilah yang muncul dari salah seorang ibu penjual lainnya. Saat itu, saya sedang memborong tenun sarung sholat untuk lelaki. Seorang teman blogger dari Semarang, ingin menjadikan sarung tenun Lombok sebagai bingkisan peringatan 40 hari keluarganya.
Jarak dari pantai Tanjung Aan ke pantai Mandalika sekitar 8km. Ibu tersebut hanya berbicara sekali. Wajah lelahnya gagal tertutupi. Saya mengambil 5 sarung dari si ibu, dan berikan senyum permakluman ke sekitar belasan pedagang asongan lain yang merubung saya.
Satu sarung tenun berharga 25K idr di ibu-ibu pedagang asongan. Di sentra tenun atau spot mainstream tempat belanja, sarung yang sama tak bisa lebih rendah lagi dari harga 75K idr. Demikian juga dengan syal. Syal ukuran sekitar 7 x 30 cm, di pantai bisa kita beli seharga 10K idr berbanding 20K idr di spot wisata lainnya.
Di Desember tahun ini, kelompok ibu pekerja lepas ini mungkin bisa dibilang sedikit merdeka. Merdeka dalam hal apa? Pedagang asongan di pantai-pantai cantik di Lombok ini kini bertambah. Anak-anak lelaki dan perempuan, menjual koleksi gelang. Benar lebih ringan dibandingkan tumpukan kain tenun dan sarung. Namun, secara ruang dan jam kerja, mereka sama berkalang terik matahari atau gerah dari mendung kelabu tebal. Berjalan terseok di angin pancaroba yang keras, atau bahkan mungkin harus berlari kencang, meraih tempat berteduh di hujan yang lebat.