Ada anak, bertanya pada bapaknya, buat apa berlelah-lelah puasa | Ada anak bertanya pada bapaknya, tadarus tarawih apalah gunanya (lagu Ada Anak Bertanya Pada Bapaknya, Bimbo)
Lombok di Ramadhan 2021 lebih sering panas dibanding hujan. Namun, kini jarang yang mengeluhkannya di sosmed. Sebagian besar umat muslim di Lombok lebih bersukacita, daripada di tahun lalu. Ramadhan kali ini, semua masjid dibuka. Ibadah-ibadah sunnah khas bulan puasa, bisa kembali dilaksanakan. Tak ada lagi celah untuk mengeluhkan cuaca.
Masih di Lombok, banyak masjid -- bahkan mungkin semua masjid raya atau masjid jami'), melakukan sunnah Taraweh yang 20 rakaat. Jadi, setiap usai sholat wajib Isya, ada total 27 rakaat sholat yang dilaksanakan para jemaah. Akan jadi 33 rakaat, jika ditambah 4 rakaat sunnah sebelum dan sesudah Isya, serta 2 rakaat sunnah tahiyatul masjid. Hampir dua kali lipat dari bilangan rakaat sholat wajib harian. Tetap juga lebih banyak, jika ibadah wajib dan sunnah harian diakumulasikan.
Tunggu, bukan bermaksud hitung-hitungan. Hanya pelengkap gambaran, bahwa kekuatan semangat saat berpuasa, sejatinya jadi berlipat ganda. Lapar dan haus tak dianggap. Sebagian besar muslim, berlomba-lomba memperbanyak ibadah. Tentu juga memperbagus kualitas dari masing-masing ibadahnya.
Lapar dan Haus Berpuasa Penolong Tubuh
Lapar mengajarmu rendah hati selalu | Tadarus artinya memahami kitab suci | Tarawih mendekatkan diri pada Ilahi (lagu Ada Anak Bertanya Pada Bapaknya, Bimbo)
Sebelum membahas, mengapa puasa mengajarkan kerendah-hatian, boleh ya merujuk artikel medis dulu. Di web Ikatan Dokter Indonesia (IDI), terdapat dua artikel bersesuaian yang membahas puasa Ramadhan dan dirilis pada 28 April 2020. Yang pertama berupa uraian singkat dan padat, tentang 11 kelompok pasien yang tidak boleh puasa selama Ramadhan. Diantaranya, pasien Covid-19, pasien jantung dengan gagal jantung, pasien dengan penyakit komorbid (dimana sedang kumat parah, dalam proses pengobatan dan dikhawatirkan kondisinya memburuk jika tidak berobat), atau orang tua dengan Alzheimer yang sulit mengingat sudah makan atau belum.
Pada artikel ke-2, pasien GERD yang sebenarnya juga termasuk kelompok pasien yang tidak boleh puasa, justru disebut dianjurkan untuk berpuasa. Prof. Ari F. Syam, penulis sama dari dua artikel ini, menyebutkan anjuran tersebut diperoleh dari kesimpulan hasil penelitian. Prof. Ari merupakan salah seorang pembimbing dari peneliti Dr. Radhiyatam Mardhiya, yang menguji 130 pasien lelaki penderita GERD dan berusia 53 tahun. Penelitian menemukan, bahwa 55 pasien yang berpuasa (atau sebanyak 85%) justru mengalami keluhan GERD yang berkurang. Dimana mereka tidak lagi merasakan rasa panas di dada seperti terbakar (heart burn) dan asam lambung yang naik ke atas (regurgitasi).
Nah, dari dua artikel medis di atas, praktis tidak ada alasan khusus untuk tidak berpuasa. Bahkan, manfaat berpuasa justru mengurangi efek rasa sakit dari penyakit tertentu. Untuk artikel popular, sebagian kita tentu pernah membaca atau mendiskusikan diet Intermittent Fasting. Secara konsep, diet inilah yang terjalankan di puasa Ramadhan. Perut dikosongkan selama 12 jam. Misal, makan terakhir jam 8 malam, maka kita baru boleh makan lagi di jam 8 pagi. Tidak boleh kurang dari itu. Sejatinya, di puasa Ramadhan, ada yang harus menanggung lapar dan haus lebih dari 12 jam. Ini terjadi di sebagian wilayan dunia, dimana siang harinya berlangsung lebih panjang.
Ada tiga metode paling popular dari Intermittent fasting, yaitu metode 16/8, Eat-Stop-Eat, dan Diet 5-2. Ketiganya berdasar pada pembatasan pola makan secara berkala. Yang pertama, kita hanya boleh makan di waktu tertentu. Misal, hanya dari jam 1 siang sampai 7 malam. Di luar waktu ini, kita berpuasa. Yang kedua, sehari atau dua hari dalam seminggu, kita berpuasa full 24 jam. Lalu di metode ketiga, kita hanya konsumsi 500 sampai 600 kalori selama dua hari berbeda, dan makan normal di sisa hari lainnya (Web Kompas sains, 15 Desember 2020).
Rilis artikel terbaru di web yang sama (1 Februari 2021), 50 penderita obesitas melakukan Intermitten Fasting yang hanya makan selama 8 jam per hari dan berpuasa di sisa 16 jam. Aktivitas puasa mereka diawasi Queen Mary University of London. Setelah dua kali penimbangan ulang (6 minggu dan pasca 12 minggu), rata-rata mereka kehilangan 5% dari berat badan semula, atau sekitar 3,17 kg. 60 % peserta diet, lalu memutuskan melanjutkan program sampai 3 bulan.