Lihat ke Halaman Asli

Muslifa Aseani

TERVERIFIKASI

Momblogger Lombok

Lailatul Qadar di Kenangan Saya

Diperbarui: 3 Juni 2018   13:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melaut. Ikhtiar peroleh rezeki. Dokpri

Usia hampir mendekati setengah abad, semakin banyak hal-hal yang lebih saya yakini sebagai fakta. Mitos mulai tertinggal di labirin-labirin kenangan. Namun, di keseharian, tentu tak mudah untuk benar-benar abaikan mitos yang masih juga dipegang. Bahkan, cenderung menjadi yang lebih diyakini. Landasan berpikir dan bertindak.

Mulai dari yang sederhana. Semacam mewajibkan berbagai model takjil yang serba manis, menjadi pembatal puasa. Faktanya, untuk seseorang dengan asma seperti saya, berbuka setiap malam dengan yang serba manis, beresiko batuk. Batuk memicu asma. Berulang. Tidak harus ke dokter, fakta dan 'modus' begini sudah 'terbukti' di empat sampai lima tahun terakhir.

Jadi, sekarang, saya cukup kesulitan mengulas mitos versus fakta. Utamanya yang berkaitan dengan Ramadhan.

Satu yang segera melintas, berulang pula setiap tahun, mitos versus fakta seputar malam seribu bulan. Dikenal juga sebagai Lailatul Qadr.

Saya tumbuh dengan pengalaman 'mengaji' di sana di sini. Mengapa memakai frase di sana di sini, karena memang hanya serba sebentar. 

Sekali waktu, naik di bak belakang, mobil pick up milik almarhum bude. Kalau tidak salah ingat, ke salah satu pesantren di Bodak, Lombok Tengah. Lain masa, saya juga sempat aktif mengaji bersama kelompok akhwat salafiyah. Setara SD, belajar sore di Ibtidaiyah, sampai pun dipercayai ustadz saya. Mampu menulis kaligrafi dari ayat-ayat pendek. Tiga pengalaman yang saat itu tak melibatkan dunia maya.

Jejak yang memberi sedikit garis merah, saya satu di antara jutaan muslim. Yang tetap mempercayai, pun berharap, saya beroleh rezeki. Berkah berlimpah di malam Lailatul Qadr.

Nah, mitos terkait inilah yang lekas teringat.

Tentang daun-daun yang 'mati'. Air di keran yang beku mendadak. Dingin seketika. Pun bumi yang tetiba sunyi. Empat di antara berbagai kalimat serta cerita serba fantastis. Pendek kata, ilustrasi yang gambarkan betapa 'heboh' dan gempitanya proses dari turunnya malam, ketika apapun ingin yang melintas, akan langsung terjawab.

Wallahu'alam.

Rasa percaya yang membuat saya kadang menjadi reaktif. Saat berwudhu sesaat setelah bangun dan mempersiapkan sahur, jadi berharap lebih ketika air keran terasa sangat dingin. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline