Lihat ke Halaman Asli

Muslifa Aseani

TERVERIFIKASI

Momblogger Lombok

Tatulak Tamperan Rebo Buntung, Must Visit Ritual at Lombok

Diperbarui: 6 Januari 2016   17:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen Pribadi

Tak sampai berjeda sebulan, pun merasa cukup beruntung bagaimana salah satu stiker promo kegiatan tahunan masyarakat kecamatan Pringgabaya kabupaten Lombok Timur masih melekat erat di salah satu tembok ruko. Beberapa bangunan permanen, hanya seratusan meter dari tepi pantai Tanjung Menangis dan Ketapang. Hujan sudah beberapa kali membasahi tanah di sebagian besar wilayah kabupaten yang berbatasan langsung dengan Selat Alas. Namun tetes airnya tak menyentuh sedikit pun stiker promo event tahunan tersebut. Memastikan saya segera mengabadikannya, untuk kemudian berjanji sendiri, sekali waktu akan nimbrung di keseluruhan ritual Rebo Buntung yang tersebut sebagai salah satu kegiatan.

Hampir pukul sebelas, Minggu 3 Januari lalu. Saya dan seorang bibi berhasil meyakinkan sebagian besar rombongan untuk berdiam saja di berugak di halaman tempat kami memarkirkan mobil Luxio sewaan Rp 300.000,- per hari dengan sewa parkir lima ribu rupiah. Mobil kami mobil ke dua di halaman tersebut. Namun, rombongan pesepeda motor anak-anak ABG dengan satu sedan berisi lima abg lainnya (mereka berkaos seragam) sudah sejak satu jam terakhir beradu kecepatan dengan mobil kami.

Bermobil sekira satu setengah jam dari kota Selong, ibukota Lombok Timur, meski memilih jalur masyarakat setempat yaitu sisi jalan yang persis di samping pasar tradisional Pringgabaya, rombongan ABG berkaos hitam semacam memiliki pertimbangan yang sama. Mobilisasi searah menuju Pantai Ketapang dan sampai di parkiran kurang dari satu jam selepas belokan. Di pasar ini pula siapa pun bisa membeli ikan laut segar untuk menambah jenis lauk.

Saya bersegera racik rujak, segarnya buah usaha redam panas dan gerah di 11 siang.

Sebagian pengunjung berteduh di bawah dermaga pantai Tanjung Menangis.

Berugak pinggir pantai penuh sepanjang hari.

Bahkan sebuah kijang merasa perlu berteduh di bawah satu pohon.

Setengah jam perjalanan dari belokan pasar, kiri kanan masih penuh areal persawahan. Satu petak yang ditanami bawang merah menjadi bahan pembelajaran bagi putra saya yang lima tahun. Tumpukan jerami kering di sela hijau petak-petak berisi padi muda, memaksa memori saya menyeberang ke sabana Doro Ncanga. Bahwa mungkin batang-batang jagung sisa panen saat musim tanam jagung usai, bisa pula ditumpuk begitu untuk menjadi pakan alternatif ternak penduduk yang di lepas di sabana. Musim kering sabana Doro Ncanga kabupaten Dompu terkadang hanya sisakan coklat tanah, pun bayang ranting kering dari pokok-pokok bidara yang berusaha bertahan hidup.

Tak berhasil redam panas yang semakin menyengat di hari dengan terik yang meninggi, sebagian besar rombongan keluarga bersepakat pindah tempat ke spot renang lain. Jobong, beberapa petak kolamnya dinaungi berbagai pohon rindang dus air yang bersumber dari mata air setempat menjanjikan kesejukan lepel dewa. Apa lacur, tumpah ruah manusia tak berikan sedikitpun sisakan celah. Mobil dan dua motor akhirnya meneruskan ke pantai Labuhan Haji, Lombok Timur. Tak berbeda jauh, bahkan barisan perahu pun 'mengalah'. 

Perahu yang 'parkir' di pantai Labuhan Haji, berikan ruang untuk para pencinta air laut nan segar.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline