Setelah membaca artikel pada kolom sebuah portal online, bahwa pemerintah dalam hal ini dibawah kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan mensertifikasi pekerja konstruksi yang mana nantinya sertifakasi tersebut nantinya bisa memberikan upah tinggi bagi pekerja konstruksi serta menjadi pembeda dengan pekerja yang tidak bersertifikat.
Yang menjadi tanda tanya penulis adalah, upah yang besar memang baik. Tapi, Bukannya Upah Yang tinggi juga akan memiliki dampak negatif bagi pekerja, yakni jasa mereka kurang diminati karena mahalnya upah bagi mereka. Masyarakat yang ingin menggunakan jasa konstruksi, akan lebih memilih mereka yang berpengalaman walau tanpa sertifikasi dengan upah yang disepakati, dibandingkan jasa mereka yang memiliki sertifikasi.
Bisa jadi, wacana sertifikasi adalah program kerja baru Kementrian untuk mendapatkan anggaran tambahan dari pekerja. Dalam Hal ini, Pekerja yang ingin mendapatkan sertifikasi diwajibkan mengikuti serangkaian tes dan tidak menutup kemungkinan akan dikenakan biaya yang tidak sedikit. Dan di khawatirkan kedepannya, sertifikasi nantinya mempunyai masa berlaku yang setiap periode akan diperpanjang jika masih ingin menggunakannya.
Menurut hemat penulis, Kebijakan porsinya pada hal memudahkan, mengawasi, serta menjamin kemerataan bagi objek yang dituju. Akan tetapi, jika adanya sertifikasi yang membedakan upah bagi pekerja, aspek keadilan dan kemerataan bagi negara itu letaknya dimana ?? Nantinya, Mereka yang tidak bersertifikasi mungkin bukan karena tidak ingin mendapatkan sertifikasi akan tetapi kesulitan akan mendapatkannya. Karena mungkin mereka lemah dalam sisi teori tapi berpengalaman dalam sisi pelaksanaan (terjun langsung kelapangan).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H