Lihat ke Halaman Asli

Ilmu Geofisika Kebencanaan

Diperbarui: 1 Mei 2017   13:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hidup di Indonesia ibarat memilih dua mata koin yang saling bertolak belakang. Di satu sisi Indonesia penuh dengan keindahan, sumber daya alam dan kekayaan lainnya yang amat mengagumkan, sedangkan di sisi lain Indonesia juga penuh dengan ancaman keselamatan akibat wilayahnya yang sangat rawan terhadap berbagai bencana. Berbagai program studi di berbagai perguruan tinggi dibuka untuk mengkaji fenomena alam Indonesia, termasuk di dalamnya Geofisika.

Secara terminologi, Geofisika merupakan ilmu yang mempelajari fisis kebumian. Program studi Geofisika di Indonesia memiliki berbagai macam peminatan seperti Geofisika Eksplorasi, Teknik Geofisika, dan Geofisika Kebencanaan. Geofisika Eksplorasi mengkaji fisis bumi untuk mencari sumber daya mineral, Teknik Geofisika mengkaji struktur bumi untuk perancangan bangunan yang memanfaatkan karakter fisis bumi, dan Geofisika Kebencanaan mengkaji bencana alam yang diakibatkan karakter fisis bumi. Program studi Geofisika Eksplorasi masih menjadi ‘primadona’ bagi calon mahasiswa dan mahasiswa Indonesia karena prospek kerja dan keuntungan yang dianggap sangat menjanjikan pada bidang energi dan sumber daya mineral. Di sisi lain hingga kini peminat Geofisika Kebencanaan masih sedikit karena adanya anggapan kurang memberikan prospek kerja menjanjikan dan lingkup kerja yang terbatas.

Dewasa ini Geofisika Kebencanaan tidak bisa dipandang sebelah mata. Fenomena alam seperti Gempa Bumi, Gunung Berapi, Tsunami, Badai Magnet, Petir, Amblesan, Gelombang Tinggi, Tanah Longsor, Banjir, Perubahan Iklim dan lainnya merupakan serangkaian kebencanaan yang telah, sedang, akan, dan senantiasa mewarnai kehidupan ratusan juta penduduk Indonesia. Parahnya lagi fenomena tersebut sangat sulit diprediksi kedatangannya karena kompleksitas karakter fisis bumi. Bencana Alam senantiasa datang seperti ‘pencuri di malam hari’, tidak diduga dan di saat kita lengah. Tidak tanggung-tanggung, setiap ada bencana, negara selalu merugi dengan angka yang sangat fantastis.

Program studi sarjana Geofisika Kebencanaan di Indonesia berada di Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG) Tangerang Selatan. Kampus ini merupakan salah satu UPT BMKG yang membuka empat program studi yakni Meteorologi, Klimatologi, Geofisika dan Instrumentasi. Meteorologi merupakan ilmu yang mengkaji fenomena atmosfer seperti cuaca, Klimatologi mengkaji iklim dan kualitas udara, Instrumentasi melahirkan teknisi peralatan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. Layanan Meteorologi yakni berupa informasi publik, serta keselamatan penerbangan dan pelayaran. Layanan Klimatologi yakni membantu pekerja agraria memprediksi musim hujan maupun kemarau di Indonesia untuk penentuan waktu tanam dan panen serta informasi kualitas udara publik.

Tsunami Aceh 2004 silam yang merugikan negara hingga dua triliun dollar telah membuka mata dunia bahwa ilmu Geofisika Kebencanaan harus dipelajari secara mendalam. Indonesia melalui Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dari tahun ke tahun senantiasa meningkatkan kualitas sumber daya manusia, alat, dan produk Geofisika Kebencanaan. Pekerja dituntut mampu bekerja secara cepat, tepat, akurat, dan profesional. Pekerja juga difasilitasi beasiswa ke perguruan tinggi dan pelatihan di dalam maupun luar negeri.

Layanan Publik

Kedeputian Geofisika BMKG membawahi dua pusat, yakni Pusat Gempa Bumi dan Tsunami (PG) dan Pusat Seismologi Teknik, Geofisika Potensial dan Tanda Waktu (PS). Pusat Gempa Bumi dan Tsunami menjadi unit yang paling sering dikunjungi media terkait dengan informasinya yang amat genting. Setiap terjadi Gempa Bumi di atas 5 SR, PG BMKG diwajibkan menyebarkan informasi parameter Gempa Bumi dengan waktu kurang dari 5 menit setelah waktu terjadinya gempa. Parameter tersebut yakni waktu, lokasi, kedalaman, dan kekuatan gempa. Ketentuan penyebaran informasi cepat ini diberlakukan mengingat terjadinya Tsunami dimulai dari Gempa Bumi di dasar laut. Kedatangan gelombang Tsunami ke bibir pantai dalam orde menit sehingga memungkinkan bagi warga pesisir menyelamatkan diri ke dataran tinggi pasca informasi dini tsunami BMKG. Informasi tersebut diolah melalui sebuah sistem yang dinamakan Ina-TEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System).

Tidak semua gempa di dasar laut menghasilkan gelombang tsunami. Syarat gempa pembangkit tsunami adalah lokasi pusat gempa (episenter) berada di dasar laut, kedalaman pusat gempa relatif dangkal (kurang dari 70 km dari dasar laut), mempunyai energi gempa (magnitudo) lebih besar dari 6.5 SR, mekanisme Gempa Bumi bertipe vertikal, umumnya terjadi di zona subduksi atau zona tumbukan antar lempeng tektonik, dan bentuk muka pantai yang landai. Deformasi di dasar laut berimbas pada perpindahan massa badan air dan muka pantai yang landai sehingga mempunyai tingkat resiko tinggi diterjang tsunami. Namun perlu diketahui bahwa informasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG merupakan fenomena akibat dari proses tektonik, bukan proses vulkanik seperti Gunung Berapi. Informasi terkait Gunung Berapi bersumber dari Badan Geologi.

Bidang Seismologi Teknik memberikan layanan data-data kegempaan yang berdampak pada struktur bangunan setempat seperti percepatan tanah, intensitas gempa, frekuensi natural, dan lain sebagainya. Data-data tersebut sangat penting untuk perancangan bangunan tahan gempa. Bidang Geofisika Potensial (Geopotensial) dinamakan demikian karena kajiannya terhadap fenomena kebumian yang menggunakan teori medan dan kemunculannya bersumber dari polaritas kutub-kutubnya. Kajian Geopotensial diantaranya Magnet Bumi, Listrik Udara, Gravitasi, dan Geolistrik. Data Magnet Bumi dapat dimanfaatkan untuk navigasi transportasi, komunikasi, deteksi badai Magnet dan prediksi Gempa Bumi. Data Listrik Udara digunakan untuk mengetahui parameter lengkap kejadian petir di suatu lokasi. Perusahaan asuransi sering menggunakan data ini untuk verifikasi klaim pelanggan yang meminta ganti rugi terhadap barangnya yang tersambar petir.

Survei gravitasi dilakukan BMKG untuk mengetahui nilai gravitasi serta perubahannya dari waktu ke waktu. Sebelum menjamurnya riset gravitasi dilengkapi peralatan canggih, Bidang Metrologi Kementerian Perdagangan melakukan kalibrasi neraca secara berkala ke subbidang Gravitasi BMKG. Data gravitasi sesungguhnya banyak dimanfaatkan pekerja tambang melakukan eksplorasi karena fungsinya untuk mengetahui densitas batuan, namun gravitasi juga dapat digunakan dalam mitigasi bencana seperti identifikasi sesar, amblesan dan prediksi Gempa Bumi. Data geolistrik digunakan untuk mengetahui sumber air di dasar batuan.

Subbidang Tanda Waktu merupakan unit layanan pewaktuan melalui jam terakurat yakni jam atom Cessium.Selain itu Tanda Waktu juga memberikan informasi waktu terbit-terbenam matahari dan bulan yang dapat dimanfaatkan untuk penentuan hillal awal bulan Hijriah. Proses penentuan awal bulan Hijriah di Indonesia umumnya dikenal dengan nama Hisab dan Rukyat Hilal yang dilaksanakan menjelang bulan Hijriah baru. Pertemuan Hisab Rukyat Hilal tahunan dihadiri oleh Kementerian Agama, Muhammadiyah, Nadhlatul Ulama, PERSISI, DDII, Al Mansyuriyah, Obsevatorium Bosscha ITB, LAPAN, BMKG, BIG, Planetarium & Observatorium Jakarta, dan ahli Hisab Rukyat perseorangan untuk menyamakan kriteria Hilal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline