Sudah seminggu ini, teman-teman mengajak bukber secara langsung. Tujuannya biar bisa ketemuan tatap muka, tentu dengan menerapkan protokol kesehatan. Rencana awal, kami ini booking meja di sebuah restoran Timur Tengah di daerah Jakarta.
Alasan dipilihnya restoran tersebut adalah karena restoran tersebut tidak begitu ramai dan dibatasi pengunjungnya setiap menjelang berbuka. Begitu pula posisi meja dan kursi yang benar-benar memenuhi standar protokol kesehatan, seperti tanda jaga jarak dan disediakan tempat cuci tangan.
Banyak teman yang antusias, dan sepakat dengan ide tersebut. Bahkan ada yang ingin sambil curhat masalah kehidupan yang semakin keras di ibu kota, sambil menyelam minum air istilahnya. Jadi sambil ketemuan, sambil bercerita A-Z. Bosan juga bukan aktivitas Ramadan di rumah melulu, sharing dan caring mungkin bisa sedikit membantu.
Namun rencana yang sudah disusun matang-matang tersebut batal terlaksana. Alasan pertama, ada salah satu kawan yang mendadak sakit. Namanya juga sakit, ia datang tanpa permisi. Ada pula kawan yang istrinya sudah bukaan alias mau melahirkan. Alhasil buka bersama pun terpaksa ditunda sampai waktu yang tidak bisa ditentukan.
Saya pun mengusulkan buka bersama virtual, sontak semua teman menjawab "Hah?" Kelas sudah daring, kerja masih online, bukber juga dengan elektronik?
Saya mengerti maksud "Hah?" itu, mereka sudah bosan dengan aktivitas maya, ingin berjumpa dan bersua secara langsung tatap muka. Karena bagaimana pun juga, bertemu secara langsung akan terasa berbeda dengan bertemu lewat layar ponsel atau komputer.
Usulan saya ditolak mentah-mentah. Sebenarnya saya juga masih menyimpan keraguan untuk menyampaikan ide ini. Kenapa?
Pertama, jika nanti bukber virtual, saya akan merasa sebagai orang yang paling kesepian karena saya tinggal jauh dari keluarga dan menetap di kosan. Sementara mayoritas teman-teman tinggal dengan keluarga. Jika nanti bukber virtual terlaksana, jiwa-jiwa kesepian saya bakal meronta-ronta.
Namun bisa jadi jiwa kesepian saya akan hilang karena saya mendapat teman bukber. Apalagi selama ini saya bukber selalu sendiri, paling kalau bosan saya akan main ke kosan teman yang tidak begitu jauh dari kediaman saya. Teman saya yang ngekos di dekat saya (hanya perlu jalan kaki) hanya ada satu, sisanya di daerah pusat semua.