Apa bunyi sila kelima Pancasila? Pasti semua serentak menjawab keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, tapi kok akhir-akhir ini seolah keadilan hanya bisa dimiliki oleh orang tertentu saja yah?
Lihat saja, bagaimana Novel Baswedan tidak mendapatkan keadilannya. Ia harus menderita luka permanen di mata kirinya akibat siraman air keras selepas pulang dari masjid pada waktu subuh. Lantas si pelaku dihukum sangat ringan, seringan orang tawuran.
Entah, berapa kali purnama Novel Baswedan menanti, siapa orang yang tega melakukan penyerangan terhadap dirinya. Apalagi ia sedang banyak tugas untuk menuntaskan beberapa kasus korupsi yang tiada henti di bumi pertiwi.
Novel Baswedan memang telah mendapatkan perawatan gratis dari pemerintah di rumah sakit canggih di Singapura. Tapi pemerintah tidak bakal bisa membuat mata Novel Baswedan seutuh dan senormal sedia kala.
Luka yang dialami olehnya telah membekas, bukti bahwa banyak orang tidak menyukainya. Dan bukti bahwa banyak orang tidak ingin berurusan dengan KPK.
Setelah mata Novel Baswedan sudah agak mendingan, ia masih harus terus menanti dan menanti. Beberapa penyelidikan berakhir dengan tangan kosong semata karena si pelaku yang tak mampu ditangkap oleh penyidik, baik dari pihak kepolisian atau dari KPK.
Padahal sudah jelas, si pelaku ada hubungannya dengan institusi kepolisian. Kenapa polisi tak kunjung menangkapnya di awal-awal? Apa karena sama-sama di kepolisian sehingga bukti mudah untuk dihilangkan atau ada agenda besar di balik itu semua?
Setelah kurang lebih 3 tahun lamanya, si pelaku akhirnya berhasil diamankan. Bayangkan 3 tahun untuk menangkap si pelaku penyiraman. Kemana saja polisi selama itu?
Padahal kalau melihat berita kriminal di layar kaca, banyak kasus lebih rumit dari kasus Novel Baswedan yang berhasil diungkapkan. Mulai dari kasus pembunuhan, pencurian, sampai narkoba. Lah, ini sudah ada CCTV dan bukan kasus pembunuhan malah lamban diungkapkan. Apa benar kasus tersebut berkaitan dengan mega korupsi? Entahlah!
Mereka yang berhasil diamankan adalah Ronny dan Rahmat. Entah kebetulan atau tidak, kedua pelaku memiliki inisial R. Tapi bukan itu yang paling membingungkan di sini, melainkan ketika jaksa memberikan sebuah tuntutan.