Lihat ke Halaman Asli

Musa Hasyim

TERVERIFIKASI

M Musa Hasyim

Dari Andalas sampai Brawijaya, Tuntutan Turunkan UKT dan Subsidi Kuota yang Tak Kunjung Hilal

Diperbarui: 3 Juni 2020   22:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi kuliah daring, sumber: unsplash.com/ Joseph Gruenthal

Kuliah daring di rumah saja bagai dua sisi mata pisau, di satu sisi menghemat pengeluaran tapi di sisi lain membikin menjerit kantong. Menghemat karena kita tidak perlu keluar ongkos untuk pergi ke kampus dan mencetak tugas A sampai Z. Tapi bisa jadi pengeluaran malah membengkak.

Bagaimana tidak membengkak, mahasiswa yang mengandalkan beasiswa dari orangtua harus mencari sejuta cara untuk bisa membayar UKT di semester berikutnya sampai kuota. 

Sayangnya banyak orangtua mahasiswa yang terseok-seok dengan pandemi. Di antara mereka, tidak sedikit yang sampai gulung tikar atau diPHK dari tempatnya bekerja.

Semua sendi perekonomian ini terkena imbasnya dari pandemi dan itu wajar di saat pemerintah mengimbau semua orang untuk di rumah saja.

UKT yang harus dibayarkan orangtua pun bervariasi tergantung kemampuan orangtua mereka saat pertama kali daftar ulang sebelum masuk kampus. Namun keadaan saat daftar ulang dengan sekarang jelas berbeda seratus delapan puluh derajat, alias tidak lagi sama.

Lagi pula persyaratan mengurus surat UKT tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tak sedikit orang yang tidak mampu tapi mendapatkan UKT segudang. Sebaliknya ada pula orang yang mampu namun mendapatkan beasiswa kurang mampu.

Sayang, UKT mahasiswa saat ini tidak seindah yang dibayangkan. Kondisi semacam ini diperlukan angin segar sebuah kebijakan dari Kemendikbud untuk bisa menurunkan UKT mahasiswa yang tidak murah dikarenakan kondisi pandemi yang membuat orangtua minim penghasilan.

Sebenarnya kampus bisa menurunkan UKT ini tanpa perlu menunggu arahan dari Kemendikbud. Apalagi jika melihat pengeluaran kampus di tengah pandemi juga pasti berkurang.

Coba bayangkan, listrik yang biasanya dinyalakan pagi siang dan malam sudah jarang digunakan. Mahasiswa tidak menyalakan pendingin ruangan karena mereka kuliah di rumah. Mahasiswa tak perlu menyolokkan listrik ke laptop mereka di kampus karena lagi-lagi mereka belajar di rumah.

Jika seharusnya tagihan listrik di sebuah kampus mencapai 720 juta seperti yang dialami Universitas Andalas, di saat pandemi pasti tidak mencapai angka itu. Bisa jadi lebih murah karena tidak banyak aktivitas di kampus saat ini.

Atas dasar inilah, beberapa mahasiswa protes di media. Barangkali kalau dibolehkan demo, pasti mereka sudah melakukannya sejak kemarin-kemarin namun apa boleh buat, situasi PSBB seperti sekarang membuat mereka hanya bisa berkicau di jagad maya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline