Lihat ke Halaman Asli

Musa Hasyim

TERVERIFIKASI

M Musa Hasyim

Susah Sinyal, Apa Kabar Belajar Daring di Muncang Lebak?

Diperbarui: 20 April 2020   19:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat menjadi relawan pengajar di Pasirnangka Muncang Lebak dengan belajar di luar kelas, sumber: dokrpi

Pada 2017 silam, saya sempat mengikuti kegiatan relawan mengajar di Banten. Saya mengikuti kegiatan ini untuk mengisi waktu liburan semester ketika sedang studi sarjana dengan jurusan Hubungan Internasional UIN Jakarta.

Mulanya saya tidak berniat ikut, namun teman akrab saya mengajak untuk ikut seleksi relawan mengajar itu. Lokasi seleksi juga tidak jauh dari kampus UIN Jakarta. Tak disangka saya lolos padahal belum ada pengalaman mengajar sebelumnya, hanya pengalaman mengajar Iqra di kampung pemulung Ciputat.

Untuk mengikuti seleksi relawan mengajar di komunitas tersebut memang tidak mensyaratkan pengalaman mengajar karena setelah nanti lolos pun akan ada pembekalan bagi calon relawan setiap akhir pekan. Tapi saat seleksi waktu itu ada simulasi mengajarnya, jadi agak bingung juga sebenarnya. 

Setelah saya dinyatakan lolos, pengurus komunitas menghubungi saya. Dan memang benar ada pembekalannya mulai dari pembekalan mengajar, konseling, problem solving, leadership, ice breaking dan masih banyak lagi pembekalan lainnya yang diisi oleh orang-orang berkompeten di bidangnya. Sungguh pengalaman yang indah dan bermanfaat bagi saya dan kawan-kawan relawan.

Pembekalan itulah yang kemudian saya praktikkan ketika penempatan. Sesaat sebelum penempatan, muncul bayang-bayang tentang kondisi kecamatan Muncang kabupaten Lebak. Semuanya pasti jauh dari kata modern dan masih sangat asri.

Tak disangka saya mendapat penempatan di desa Pasirnangka kecamatan Muncang kabupaten Lebak provinsi Banten. Dulu, Lebak masuk dalam daerah 3T. Tapi beberapa tahun kemudian sudah dicoret jika melihat pada buku panduan beasiswa LPDP bagi daerah 3T yang terbaru.

Desa itu dalam bayangan saya adalah desa yang berada di perbukitan, jalanan jelek, fasilitas kurang memadai, dan sinyal yang susah. Semua bayangan itu benar adanya. Memang semuanya masih pedesaan sekali. Bahkan cukup terpelosok.

Untuk membeli kebutuhan saja, saya harus turun bukit. Hanya ada sekali angkutan yang menganggut ke pusat kecamatan di jam 7 pagi, selebihnya harus menggunakan kendaraan pribadi. Motor yang paling disarankan karena jalanan yang cukup sempit, kanan-kiri jurang, dan bebatuan terjal.

Boro-boro supermarket, fasilitas kesehatan (Puskesmas) hanya bisa dijumpai di pusat kecamatan, sekolah dasar hanya satu, dan sekolah menengah atas juga berada di bawah. Sayangnya, banyak dari mereka yang putus sekolah setelah lulus SMP. Mereka memilih merantau ke ibukota.

Dari semua yang bikin jengkel adalah sinyal. Pernah suatu ketika, teman satu penempatan dengan saya dihubungi oleh keluarganya karena tidak memberi kabar selama tiga hari lamanya kepada keluarganya di Bekasi. Bagaimana mau menghubungi, sinyal hanya bisa ditemukan di jendela sekolah. Itupun masih sinyal SMS.

Alhasil hampir sebulan kami tidak membuka internet. Semua informasi kami dapatkan melalui pesan singkat berupa SMS atau panggilan saja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline