Bangsa Arab sebelum Islam datang adalah bangsa bobrok. Saking bobroknya, mereka disebut bangsa jahiliah (orang-orang bodoh atau jahil). Bagaimana tidak bodoh, mereka sampai mengubur hidup-hidup bayi perempuan yang baru lahir karena dianggap aib keluarga.
Kondisi semacam itu berlangsung cukup lama hingga populasi manusia tidak seimbang antara perempuan dan laki-laki.
Tak hanya di tatanan sosial yang bobrok. Mereka juga amoral dalam urusan berdagang. Untuk memahami situasi perdagangan era jahiliah Arab ini, Michael Bonner menulis sebuah tulisan berjudul "The Arabian Silent Trade" yang mengambil referensi dari para sejarawan, pelancong, etnograf, dan ahli hadist.
Dalam tulisannya, disebutkan ada tiga cara jual beli di zaman jahiliah Arab.
Pertama, cara jual beli dengan mulamasa atau sale by touching (keadaan seseorang yang harus membeli ketika sudah menyentuh barang meskipun pembeli belum membuka dan menilai atau mempertimbangkan barang yang akan dibeli).
Cara ini populer dengan sebutan once you touch [this] item, you have bought it, sehingga banyak orang menganggap ini tidak valid karena hanya menyentuh saja tanpa ada kesepakatan. Namun namanya bangsa jahiliah maka tidak ada yang tidak valid selama mereka bisa memonopoli bersama-sama.
Kedua, munabadha atau sale by casting adalah jual beli dengan cara melempar sesuatu tanpa melihat barang yang disuka. Jika sesuatu itu mendarat di sebuah barang maka seseorang tidak boleh menawarnya.
Cara ini jarang dipraktikkan dalam masa jahiliah Arab. Lagi-lagi pembeli akan merasa dirugikan dengan cara ini namun apa boleh buat karena sudah menjadi kebiasaan di tengah masyarakat maka agak sulit dihindari.
Baik mulamasa dan munabadha ini jelas-jelas dilarang dalam Islam. Ketika Nabi Muhammad lahir dan mengemban tugas memperbaiki moral umatnya maka Nabi Muhammad melarangnya secara tegas karena status jual beli tersebut tidak jelas dan masih membingungkan, serta ada pihak yang dirugikan dalam praktiknya.
Tak hanya mulamasa dan munabadha yang menjadi ciri kebobrokan perdagangan era jahiliah Arab. Dalam praktik perdagangan pada masa itu telah disetir oleh kerajaan, dinasti dan kabilah yang berkuasa. Kerajaan besar seperti Bizantium dan Sasanian ini memberlakukan pajak yang cukup besar di pasar. Raja, kaum bangsawan dan patron (pemilik modal bangsawan) menentukan peraturan dan harga di pasar.
Monopoli kerajaan ini membuat pedagang biasa tidak berani melawan kuasa orang-orang berwenang. Akhirnya pedagang banyak yang menutup toko dan lebih menyerahkan saham tokonya kepada penguasa. Dominasi pasar perdagangan ini mirip dengan sekarang di mana banyak ambisi yang besar dari raja/penguasa yang berkuasa.