Hari Wisuda
Taman rindang sebuah kampus negeri di Jakarta menjadi saksi dari hari penuh sejarah bagi Maesarah. Ratusan wisudawan dan wisudawati memasang senyum gembira sambil berfoto ria karena perjuangan beberapa tahun di bangku perkuliahan akhirnya bisa terselesaikan.
Berbeda dengan Maesarah. Landmark fakultas seperti runtuh dan meruntuhkan segenap hati Maesarah. Maesarah tidak percaya semuanya akan terjadi seperti ini. Maesarah hanya diam seribu bahasa sambil melihat toga itu. Toga itu seperti macan yang hendak menerkam kepalanya. Panggilan dari teman-temannya tidak terdengar di telinga Maesarah. Beberapa teman mendekati Maesarah namun selanjutnya ia tidak tahu karena dunia baginya hitam dan seketika itu ia tak sadarkan diri. Bahkan Maesarah berharap malaikat maut menjemputnya.
Sebelum Hari Wisuda
Senja itu diiringi suara klakson mobil dan motor yang terjebak kemacetan menjadi sahabat baginya sepulang kuliah. Para pengemudi motor dan mobil ingin segera berjumpa dengan keluarganya setelah seharian bekerja atau menimba ilmu di ibukota. Dia Maesarah, mahasiswi jurusan Teknik Informatika itu segera meninggalkan ruang sidang skripsi.
Maesarah tidak buru-buru karena ingin berjumpa dengan keluarganya di rumah karena dia tahu rumahnya sangat jauh yakni di ujung pulau sumatera sana. Siapa yang hendak ditemuinya sepulang kuliah selain dua teman kosannya yang juga sama-sama mahasiswi perantauan dari sumatera meski beda kota.
Namun berita mengenai kelulusannya harus sesegera mungkin ia kabarkan untuk keluarganya via telepon. Baginya mendengarkan suara klakson bagaikan irama hatinya betapa ia merindukan keluarganya di ujung sumatera sana. Dan inilah saatnya bukan lagi mendengarkan suara klakson tapi suara harmoni dari keluarganya sebagai pengobat rasa rindu.
Maesarah belum pernah pulang kampung selama ia kuliah, sekarang ia sudah hampir wisuda. Baginya kuliah adalah investasi masa depan baginya. Bagaimana tidak ayah dan ibu Maesarah hanya seorang buruh tani lulusan SMP. Kuliah adalah jembatan baginya untuk mengubah nasib keluarganya apalagi Maesarah adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Maesarah ingin adik-adiknya bisa melanjutkan pendidikan setinggi-tingginya dan membanggakan kedua orangtuanya.
Maesarah ingin membangun rumah yang mewah untuk keluarganya kelak karena rumah yang ditempati keluarga Maesarah sering kebocoran jika hujan dan hanya berpagar bambu. Ironis memang. Kuliahpun Maesarah mendapatkan beasiswa dari pemerintah setempat sehigga mampu meringankan beban orangtuanya. Selain mengandalkan uang beasiswa, Maesarah juga mengajar dan bekerja untuk mendapatkan uang tambahan lalu uang itu bukan untuk dirinya melainkan untuk keluarganya di rumah.
"Hallo! Assalamualaikum, Mak?" tanya Maesarah via telepon begitu sesampainya di kosan tercinta.
"Mak, Maesarah lulus dengan predikat cum laude! Bulan depan Maesarah wisuda. Emak, bapak dan adik-adik datang ya, sudah Maesarah belikan tiket pesawat pulang pergi buat kalian," lanjut Maesarah penuh kegirangan sementara emaknya diam membisu seperti ada hal yang tidak biasa sedang terjadi.