Lihat ke Halaman Asli

Filosofi Tasbih

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tasbih ibaratnya adalah sebuah perjalanan kehidupan manusia yang terangkai menjadi satu kesatuan, berawal dan berakhir pada satu titik yang sama…, yap!! Titik itu berawal dari ALLAH dan berakhir pula kembali pada NYA. Tidak bisa dikatakan tasbih jika hanya satu dimensi saja yaitu hanya satu butir biji tasbih, begitupun kehidupan ini akan terasa indah dan sempurna jika telah melewati serangkaian untaian butiran suka, duka, derita, bahagia, gembira, gagal, sukses, pasang ataupun surut. Untuk melewati semua itu dibutuhkan keberanian, kesabaran, kekuatan dan perjuangan untuk terus meniti, berjalan, atau bahkan mendaki. Sebab, seperti halnya tasbih yang melingkar maka, seperti itu pula kehidupan. Kemanapun akan pergi dan berlari, tetap saja masih dalam lingkaran takdir ALLAH…, tapi bukan berarti ketika takdir itu tak seperti harapan kita trus, kita beranggapan takdir itu kejam dan ALLAH tidak berlaku adil. Ingatlah, bahwa tak semua yang kita harapkan akan dikabulkan tetapi, semua yang dikaruniakan adalah sesuatu yang kita butuhkan dan semua itu wajib untuk kita syukuri. Dari ALLAH kehidupan dimulai dan kepada NYA jua kehidupan ini kembali.., karena itulah tasbih identik dengan dzikir untuk mengingat ALLAH, yang juga merupakan tanda proses perjuangan dan semangat. Gambaran tentang kehidupan sejati. Tasbih adalah wakil jiwa yang selalu bergerak, tiada pernah berhenti, pantang menyerah dan tidak mengenal putus asa untuk meraih dimensi yang lebih tinggi.

Dimensi disini termasuk didalamnya adalah cinta…, yah!! Cinta adalah satu sisi yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan. Tasbih adalah keutuhan yang diikat pada sebuah simpul, hal ini dilakukan agar butiran – butiran kecil biji tasbih dapat menyatu, saling bertautan, seimbang dan akan kelihatan indah jika dipandang. Cinta juga akan menjadi indah jika dipandang sebagai suatu keindahan. Mencintai sesuatu adalah aktifitas berat yang membutuhkan keberanian untuk menerima yang dicintai dengan utuh…, dan letak kesempurnaan manusia adalah pada ketidaksempurnaannya, maka bukan cinta jika tak mampu menerima kekurangan dan kelemahan dari yang dicintai. Agar cinta menjadi abadi dan kuat, dibutuhkan kesedian dua ujungnya untuk diikat dalam satu simpul yang kokoh. Tanpa simpul ikatan yang kokoh cinta hanya akan terburai menjadi butir – butir egoisme yang tercerai berai, jika demikian bisakah cinta dipandang sebagai sebuah keindahan?? Bahkan, apakah bisa disebut cinta jika untuk saling berdekatan hati saja sudah tak mampu?!.

(dari novel psikologis “derap – derap tasbih”, dengan berbagai pengembangan)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline