Di pelataran diatas kerikil berserakan
tumpukan batu-batu kecil menenteng kaki meja berderet
tanpa ada rembulan dan bintang
hanya ada lentera hias bohlam menyinari malam
"Aku bukan jodohnya" lirik syahdu disenandungkan dalam teduh
di sebuah balai terdengar cukup menyayat
bait-bait berirama sendu di telinganya
sementara dua gelas kopi hitam diseruput dengan sigap
Bohlam hias bergantungan bersilangan
semburat kuning dari cahayanya
setia menerangi kegelisahan daksa
dalam tiap tarikan diafragma
sesal keluar dengan tak tega dihembuskannya
Penyanyi sialan itu semakin menggalaukan suasana, suaranya semakin menyesakkan dada saja
Tidak ada irama keras, yang ada hanya kelembutan yang menyiratkan dusta
Berulang kali kepala menengadah
Menatap cahaya bohlam kuning
Merasa tak ada yang berubah malam ini
Yang setia hanya lampu yang tak henti berkedip, sampai sinar Mega mengalahkannya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H