Lihat ke Halaman Asli

Musyaffa M Sos

When we should change, there is chance

Media Komunikasi dan Perkembangannya

Diperbarui: 30 Maret 2020   14:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Borobudur memiliki corak relief yang berbeda dari candi lainnya, Photo: Penulis saat mengunjungi Borobudur November 2014 | dokpri

Diskursus mengenai media komunikasi dan pengembangannya menjadi menarik saat ini. Karena, pada dasarnya Indonesia saat ini merupakan hasil metamorfosa atau evolusi bahkan revolusi dari perkembangan media komunikasi dari masa ke masa. Tentu, setiap masa mempunyai media, dan setiap media memiliki masanya. 

Secara Common Sense, banyak pihak mengira bahwa media komunikasi era sekarang masih banyak pembatasan dan keterbatasan. Padahal, secara historis, media komunikasi hari ini jauh lebih berkembang pesat dan progresnya signifikan, jika dibandingkan beberapa abad terlewat.

Sumarno dalam literasinya, berjudul "Sistem Komunikasi Indonesia", mengulas singkat tentang perkembangan media komunikasi. Ia paparkan dengan sistematis sejak masa Kerajaan-Kerajaan Tua (Kerajaan Hindu-Budha). Ia paparkan sedemikian rupa, dari mengulas makna simbolik sebuah prasasti, hingga alat-alat tradisional. 

Lebih menarik, ada segmen khusus terkait perkembangan media komunikasi pada masa Islam datang, disertai ulasan perkembangan medianya. Hingga pada akhirnya, ia tukilkan sedikit bahasan terkait media pers, setidaknya menjelaskan deskripsi perkembangan sejak era kemerdekaan, berlanjut pada masa Orde Lama, hingga menjelang Orde Baru. 

Tentu, pada bahasan ini, penulis juga memaparkan perkembangan media komunikasi secara makro sejak Orde Baru tumbang, berlanjut memasuki masa Reformasi jilid I, hingga saat ini tengah memasuki akhir Reformasi Jilid II. Hal ini penting, karena masa reformasi, baik pada tahap I hingga tahap II menjadi 'Angin Segar' bagi insan pers dimana saja berada. 

Kini, mereka sebenarnya tidak begitu khawatir dengan upaya pembredelan oleh pihak pemerintah. Justru, tumbangnya industri media saat ini, berawal dari persaingan antara media senyawa, atau saat ini media non-senyawa (Media Siber). Khusus mengenai perkembangan media siber saat ini akan dibahas pada bagian akhir dari ulasan ini.

Perkembangan Media Komunikasi Era Kerajaan hingga Gambarannya Saat Ini

Penulis memulai dari perkembangan media komunikasi sejak jaman kerajaan-kerajaan tua di Indonesia, sebagaimana Sumarno ulas.  Pada bagian pertama, titik fokus deskripsi pada masa kerajaan tua. Media komunikasi pada masa itu masih mengoptimalkan pemanfaatan alat-alat tradisional, seperti: genderang, kentongan, bahkan terompet tanduk kerbau. 

Tentu, hal itu dengan menggunakan nada dan bunyi sebagai sandi yang sudah diketahui dan disepakati bersama di kalangan mereka. Beberapa daerah yang saat itu menggunakan alat tersebut, seperti:Masyarakat Dayak di Kalimantan. 

Sementara itu, genderang hampir digunakan oleh rata-rata Kerajaan guna menginformasikan kepada rakyat dan prajurit untuk bersiap menghadapi peperangan. Sama halnya dengan tiupan terompet dari Tanduk Kerbau, juga memiliki pesan dan makna tersendiri. Dua media komunikasi ini memiliki keterbatasan, salah satunya terbatasnya radius jangkauan suara. 

Karenanya, mereka dan juga kerajaan di Jawa, memanfaatkan kentongan dalam menginformasikan sesuatu hal penting kepada rakyat. Karena kentongan, memiliki jangkauan siar yang jauh lebih luas. Uniknya, tidak boleh sembarangan memukul kentongan. Setiap bunyi atau nada kentongan memiliki makna tersendiri. Misal, satu kali kentongan menandakan ada bahaya, dua kali kentongan ada rombongan yang mendatangi kerjaan, demikian seterusnya. Beda halnya masyarakat Sunda, justru menggunakan media Alu dan Lesung yang menghasilkan bunyi Tutunggulan. 

Pada masa terdahulu, tidak hanya menggunakan tiga jenis media komunikasi sebagaimana penulis deskripsikan di atas. Media komunikasi lain yang tak kalah efektifnya, salah satunya 'Titah dan Sabda Raja'. Tulisan dengan huruf Ka-Ga-Nga(Di Bengkulu dan Sumatera Selatan hingga sebagian Lampung menggunakan huruf ini pada beberapa suku), juga tulisan huruf Pallawa (Jawa dan beberapa wilayah lainnya), secara simbolis menyusun pesan penting dari Raja kala itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline