Lihat ke Halaman Asli

Nggak Jadi Deh Kuliahkan Anak di Kedokteran

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Sebuah drama perbincangan asyik terjadi antara dua sahabat karib, Bu As dan Bu Is. Perbincangan ini terjadi ketika mereka menghadiri acara perpisahan sekolah anak-anak mereka.

"Bu Is, anaknya mau kuliah di mana?" tanya Bu As

"Anak saya saya suruh masuk kedokteran.  anak perempuan saya itu lumayan pintar.  Mudah-mudahan bisa masuk melalui jalur biasa.  Jalur yang katanya nggak perlu uang pangkal mahal".

Bu Is memang berekonomi sedang jika tidak etis dibilang pas-pasan.  Baginya cara untuk melompatkan anaknya ke strata sosial ekonomi lebih tinggi adalah melalui jalur pendidikan.  Bu Is berharap kelak anaknya juga bisa mendapatkan beasiswa, sehingga Bu Is bisa lebih fokus untuk memikirkan biaya sekolah anaknya yang lain.

"Bu As sendiri punya rencana apa untuk anaknya?'

"Rencananya anak lelaki saya akan saya kuliahkan di kedokteran juga, tapi tidak di Indonesia.  Saya akan kuliahkan di luar negeri saja.  Menurut saya lebih bagus dan harapannya ketika nanti praktek di Indonesia dia bisa memiliki  poin lebih. Apalagi suami saya berencana mendirikan rumah sakit juga.  Anak saya kan bisa mengelolanya".

Bu As termasuk berekonomi cukup, bahkan sangat cukup.  Hartanya sangat memungkinkan untuk menguliahkan anak-anaknya ke ujung dunia sekalipun.

"Hebat juga rencana, Bu As.  Kalau begitu saya nggak jadi deh menguliahkan anak saya di kedokteran. Di psikologi saja, biar nanti dia mendalami Psikologi Pendidikan".

"Lho kok bisa begitu, Bu Is. Apa hubungannya dengan rencana saya kok setelah mendengarnya Bu Is jadi berubah pikiran?"

"Maksud saya bagaimana kalau kita membuat rencana bersama.  Anak Bu As laki-laki, anak saya perempuan.  Kita jodohkan saja.  Anak Bu As menjadi dokter hebat, lulusan luar negeri, wawasannya global, jadi anak Bu As yang mencari uang. Anak saya psikolog pendidikan, kuliah dalam negeri, memiliki kearifan lokal, jadi anak saya yang mendidik cucu kita di rumah.  Cucu-cucu kita tentu akan hebat, cucu-cucu yang berwawasan global yang juga tidak meninggalkan kearifan lokal.  Setuju, Bu As?"

"Boleh, boleh, boleh.  Rencana yang bagus itu.  Saya suka!"




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline