Teringat sebuah obrolan ringan dengan seorang kepala desa beberapa hari yang lalu pada saat melakukan supervisi kegiatan infrastruktur diwilayah desanya, 'Mau dibawa kemana bu nanti kalau uu desa sudah diterapkan, saya ga mau masuk penjara...'
Sebut saja Pak Ade (nama samaran), seorang kepala desa yang sore itu meminta saya singgah kerumahnya setelah melihat hasil pekerjaan saluran irigasi yang dibangun oleh pemerintah dibawah naungan Program PNPM Mandiri Perdesaan TA. 2014. Obrolan santai ini membawa kita sedikit menerawang akan hadirnya uu desa yang belakangan ramai kita perbincangkan. 'Saya ini bingung, bukannya tidak mau menerima dana uu desa tapi takut rasanya kalau memang benar itu terealisasi..' selorohnya ditimpali oleh seorang pelaku pengelola kegiatan tingkat desa.
Menjelang masa berakhirnya program PNPM Mandiri dan menuju transisi uu desa bukan hanya kepala desa, pelaku tingkat desa dan masyarakat yang selalu bertanya-tanya tentang keberlanjutan program yang bergenre pengentasan kemiskinan ini. Tetapi juga nasib fasilitator pendamping yang tidak jelas ujungnya akan seperti apa.
Ironis sekali memang ketika pertanyaan itu kerap terdengar ditelinga kita. Sementara saat ini adalah detik-detik terakhir upaya kita dalam mendampingi masyarakat menyelesaikan kegiatan baik kegiatan ekonomi, peningkatan kapasitas maupun kegiatan infrastruktur yang harus selesai sampai dengan 31 Desember 2014. Bukan reaksi memang, hanya sebuah keraguan menuju uu desa itu yang rencananya mulai direalisasikan di tahun 2015 ini. Dengan besaran anggaran rata-rata 1 M - 1,4 Miliar yang akan diterima desa dengan berlakunya uu desa, jauh sekali dengan apa yang sudah selama ini terfasilitasi. Kalau sebelumnya dana 1 Miliar diperebutkan dengan kompetisi oleh desa dalam 1 kecamatan, sekarang dana tersebut dialokasikan hanya untuk 1 desa dengan belum adanya sosialisasi, kejelasan mekanisme dan bagaimana upaya pendampingannya di detik-detik menjelang tahun 2015. Bukan tidak mungkin bahwa penyalahgunaan akan marak terjadi nanti, seperti yang ditakutkan Lembaga pemasyarakatan seperti layaknya menjadi pesantren setelah ini.
Sedikit berkilas balik satu-satunya program yang mengawal desa menyusun sebuah rencana jangka panjang dan menengah desa adalah Program PNPM Mandiri Perdesaan, yang didaulat mengawal proses PPD (Perencanaan Pembangunan Desa) mulai dari pembentukan Tim 11, pengkajian keadaan desa sampai dengan tersusunnya ratusan gagasan dari musyawarah dusun dan desa yang tertuang dalam RPJMDes dan RKPDes . Bukan perkara mudah ketika kita orang yang bukan berbaju baja mengawal dan memfasilitasi proses tersebut sampai akhirnya uu desa ini tercanangkan dengan syarat bahwa desa wajib memiliki RPJMDes dan RKPDes.
Mungkin ini hanya jeritan dari desa, toh uu desa juga akan berlaku sebentar lagi, dan mana mungkin seorang Presiden Jokowi bersedia mendengarnya. Sedikit gambaran ini bukan tanpa alasan, bahwa kalau kita mau blusukan ke desa masih banyak masyarakat kita yang membutuhkan sarana dan prasarana serta penguatan kapasitas berupa ketrampilan untuk menopang kehidupan mereka di era yang serba mahal seperti sekarang ini. Apa yang terjadi merupakan serangkain proses yang saling meiliki ketergantungan satu sama lain. Masyarakat membutuhkan orang-orang yang mau peduli turun kedesa, dan negara juga membutuhkan tenaga untuk bisa merealisasikan apa yang jadi rule dan tujuannya.
Menjadi Pekerjaan Rumah kita bersama karena ini bukan untuk hari ini. Harapan besar untuk pemerintahan saat ini belajar dari nenek moyang kita bahwa bangsa yang besar bukan dengan memberi beras tetapi bagaimana menjadikan biji padi menjadi milyaran beras....untuk dinikmati anak negeri.
salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H