Kongres PAN dijadwalkan berlangsung 28 Februari hingga 3 Maret 2015 di Bali. Sejauh ini terdapat dua calon ketua umum antara lain Hatta Rajasa selaku calon petahana dan Zulkifli Hasan. Sebelumnya Sutrisno Bachir juga menyatakan sikap mendukung majunya Politisi PAN Zulkifli Hasan sebagai calon ketua umum pada Kongres IV PAN akhir bulan ini. Sutrisno juga menyebut dirinya kembali "turun gunung" untuk menyukseskan kemenangan Zulkifli Hasan.
Dukungan Sutrisno Bachir (SB) mantan ketum PAN 2005-2010 ke kubu Zulhas menurut pendapat pribadi saya tidak akan berarti apa apa bagi pencalonan Zulhas menjadi ketum PAN. Kalaupun ada hanya hanya akan menambah amunisi atau logistik konsolidasi bagi kubu Zulhas, tak ada efek suara sama sekali.
Sebenarya pernyataan Sutrisno Bachir patut dipertanyakan, sebab pada kongres PAN sebelumnya di Batam, yang bersangkutan dengan jelas menyatakan mengundurkan diri dari PAN. Sebenarya prinsip berbolak-balik yang ditampilkan Sutrisno tidak memberikan pendidikan baik bagi kader PAN.
Sutrisno Bachir sudah 5 tahun tidak aktif di partai, lagi pula orang orang yang menjadi loyalisnya di daerah daerah hampir sebagian besar tidak lagi menjabat di struktur partai baik itu di DPW maupun DPD. Jadi bisa di katakan bahwa kehadiran Sutrisno Bachir mendukung Zulhas adalah muspro alias percuma. Paling paling sisa sisa loyalis SB ada di DPP seperti Totok Daryanto, Teguh Juwarno, Viva Yoga, Rizki Sadiq dll. Kasat mata terlihat tidak signifikan efek gelombang dukungannya. Hanya ramai diwacana saja
Kalau di lihat nampaknya tim Hatta Rajasa tidak ada strategi khusus untuk menghadapi manuver kubu Zulhas ini, biasa saja karena memang tidak ada apa-apa. Kemudian soal rencana Zulhas untuk mengumpulkan tokoh tokoh Nasional di Jogja 25 Feb mendatang atau 3 hari menjelang pembukaan kongres untuk mendukung pencalonannya menjadi ketua umum seperti Amien Rais, Sutrisno Bachir, Buya Syafii, Dien Syam, Oesman Sapta dll
Bila dari strategi opini bolehlah dikatakan cukup bagus tapi ada satu pelajaran penting yang dapat dipetik ketika melihat strategi Andi Malaranggeng maju dalam pencalonan ketum partai demokrat yaitu hiruk pikuk dukungan ternyata tidak berkorelasi dengan perolehan suara yang didapat. Mungkin strategi inilah yang di pakai tim Hatta Rajasa selow saja sama sekali tidak terpengaruh
Kembali ke soal turun gunungnya Sutrisno Bachir tadi, ingat bahwa ketika proses pilpres 2014 lalu SB sangat aktif turun kedaerah daerah menghimpun dan menggalang dukungan untuk Jokowi JK. Nah jika tiba tiba menjelang kongres PAN kali ini Sutrisno Bachir kembali muncul bahkan sudah di tawari untuk menjadi ketua majelis penasehat partai (MPP) maka ini dapat dibaca bahwa adanya gerakan yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif untuk membawa PAN merapat ke Jokowi.
Apalagi adanya manuver Oesman Sapta yang saat ini menjabat wakil ketua MPR, yang juga pendukung Jokowi mengumpulkan DPD DPD PAN Kalimantan di Pontianak minggu lalu adalah wujud intervensi kekuasaan dalam proses kongres kali ini. Orang luar partai dilibatkan sampai pada level teknis seperti ini sudah sangat keterlaluan, menggadaikan partai untuk mencapai ambisi kekuasaannya
Untuk itu kader kader didaerah yang sudah sangat matang dalam membaca arah dan cuaca politik tentu akan tetap setia dan berjuang bersama sama Hatta Rajasa. Ini membuktikan bahwa, fakta bahwa ketokohan Hatta Rajasa masih sangat berpengaruh, disegani kawan maupun lawan.
Selain itu Hatta Rajasa sosok figur pemersatu dan pemecah kebuntuan politik nasional ditambah lagi perolehan suara sebesar 67 juta saat pilpres kemarin jika dikapitalisasi secara maximal serta terus dirawat dan disentuh dengan hati dan komitmen yang kuat maka target perolehan suara sebesar 17 juta suara pada pemilu 2019 bukanlah suatu hal yang jauh panggang dari api. Tapi sesuatu yang sangat dekat yang segera di raih bersama Hatta Rajasa.
Dukungan dan komiten yang terus mengalir dari pemilik suara dalam bentuk surat dukungan diatas materai serta deklarasi yang terus dilakukan diberbagai daerah yang sampai saat ini mendekati angka 75 persen untuk HR adalah bukti bahwa kehadirannya untuk memimpin partai masih sangat dibutuhkan
Disatu sisi bicara soal kaderisasi maka di jaman HR ini lah kader kader baru bermunculan dan diberi panggung yang luas untuk berperan. Sebut saja kehadiran sayap sayap baru seperti GMN, PARRA, PANDU, GEMA NU yang menghimpun para aktivis muda potensial dari berbagai kalangan.
Belum lagi kehadiran tokoh tokoh muda seperti mantan ketum pemuda muhammadyah Saleh daulay, Wali Kota Bogor Bima Arya, mantan ketum GPII Rahmat Kardi, mantan ketum GMNI Wahyuni Reffi, mantan ketum KAMMI Taufiq ada juga sekjend Prodem Andrianto.
Ini menunjukan bahwa Hatta Rajasa sangat berani untuk melakukan kaderisasi dan pembinaan kader kader muda potensial. Jadi bila ada yang menyebutkan kongres regenerasi ya betul dan sudah ada buktinya regenerasi berhasil sehingga tidak beralasan juga bila menyebutkan kubu Hatta Rajasa adalah pro status quo.***
Selamat Berkongres Salam kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H