Lihat ke Halaman Asli

Saat Maya Jatuh Cinta

Diperbarui: 13 Maret 2016   15:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Namanya Maya. Perempuan bermata sendu yang kusahabati belum lama ini. Meski kami sebenarnya lahir dan tumbuh bersama-sama namun aku baru menerima kehadirannya saat memasuki usia dewasa. Sejak Ia mulai jatuh cinta.

Sebelumnya aku tak pernah menggubris kehadirannya. Meski ia kerap kali ada bersamaku dan menjadi bahan ejekan oleh teman-temanku namun aku tak terlalu memerdulikannya. Mungkin karena aku masih kecil, sehingga pemahaman ku tak terlalu membuatku mengambil pendapat mereka tentang kehadiran Maya disampingku.

Meski harus kuakui. Kehadiran maya membuatku kadang tak nyaman. Tak jarang aku memarahinya karena terlalu ikut campur dalam hidupku. Maya membuat masa keciku penuh umpatan dan ejekan. Meski dalam hati dialah yang membuatku kuat hingga bertahan sampai saat ini.

Berbeda denganku. Maya adalah anak yang sangat rajin, penurut, begitu manja dengan kedua orangtuanya. Sewaktu kecil Ia seperti anak perempuan kebanyakan senang sekali bermain masak-masak. Membuat lubang di tanah lantas memasukan bermacam dedauan dan bebungaan lantai menyiramnya dengan air sebagai imitasi kuah sup. Ia kerap menawariku "sup tanah" itu, meski akhirnya selalu kutolak. Ia juga senang bermain jamu-jamuan. Dengan berbekal Sebuah botol minuman yang dibelikan ibunya ia mengisi botol minuman air itu dengan air teh lantas seperti tukang jamu ia menawarkan "jamu" dalam botol itu kepada siapapun, kakaknya, ibunya dan yang pasti aku yang tentu saja korban yang harus paling banyak meminum jamu anehnya itu.

Sebagai anak laki-laki aku sering mengajaknya bermain bola ketika sebenarnya ia ingin bermain karet dengan anak-anak perempuan di kampungku. Tapi aku selalu memaksanya. Dia ia menurut meski harus kuakui kadang aku kasihan melihat wajah lelahnya saat mengejar-ngejar bola. Atau melihat kaki kotor tanpa alasnya yang menjejak tanah lapang berwarna kemerahan.

Mungkin permainan yang dapat membuat kami berdua senang mengikutinya hanya petak umpat. Kuceritakan, Bahwa Maya adalah anak yang sangat pandai dalam menemukan tempat persembunyian. Ia kerap mengajaku bersembunyi ditempat yang aneh. Didalam lubang bekas galian sumur yang tak terlalu dalam. Dibalik pepohonan dekat kuburan. Namun aku yang tak suka menunggu lama karena tak dapat ditemukan kerap sengaja "menampakan" diri agar kami ketahuan. Ia sering kesal namun aku kerap membentaknya. Dan dia hanya mampu menurut. Seperti anak perempuan pada umumnya.

Aku ingat, Ramadhan adalah bulan kesukaannya. Ia begitu terampil membantu ibunya memasak makanan untuk sahur. Biasanya ia akan bangun paling pagi untuk membangunkan ibunya. Lantas membantunya memasak air, menggoreng telur atau mie serta menyiapkan piring-piring untuk makan sahur kami. Ia amat senang ketika melihat kami berkumpul untuk menyantap makanan buatan ia dan ibunya.

Prestasi disekolah Maya jelas di atasku. Ia Kerap kali menempati podium juara. Dan aku hanya ikut-ikutan nampang nama diraportnya. banyak yang mengidolakan otak geniusnya. Guru-gurupun suka melihat kepintarannya. dan Aku ? tentu saja sangat beruntung bisa ikut terkenal karena otaknya.

Sayang, Maya adalah anak yang pendiam. Dia tak terlalu suka bergaul dengan kebanyakan orang. Ia lebih memilih duduk sendirian atau hanya dengan sedikit teman yang memang sudah sangat akrab dengannya ketimbang berkumpul dengan teman-teman dengan jumlah yang lebih banyak. "Aku tak nyaman" kilahnya saat aku tanya alasan kenapa enggan berkumpul dengan banyak orang.

Dominasi Maya dalam hidupku semakin besar sejak aku menginjak usia sebelas tahun. Kami berada di Kelas 5 SD saat memutuskan enggan keluar rumah untuk bersosialisasi. Jujur aku sangat sulit menerima keputusan Maya. Namun apa daya. Akupun tak mungkin tak menuruti kemauannya. Sejak saat ini aku dan Maya enggan berbicara. Kami seperti hidup dalam alam yang berbeda.

Aku melewati masa SMP ku tak jauh berbeda dengan SDku. Hanya sejak aku tak menggubris kehadiran Maya aku lebih banyak memiliki teman. Aku memiliki seorang teman dekat dan sejenak posisi Maya digantikannya. Meski begitu aku tetap tidak bisa sepenuhnya melepaskan Maya dalam hidupku. Terkadang ia datang dimalam-malam saat aku tak jua terlelap tidur. Namun aku tak mau menghiraukannya. Biarlah Maya dengan Hidupnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline