Generasi milenial dan para junior mereka (gen. Z) cukup lama dipandang sebagai generasi apolitis. Kelompok umur yang tumbuh bersama perangkat-perangkat digital ini dinilai terlalu asyik dengan dunia mereka dan cenderung abai pada realitas sosial politik. Kalaupun mereka tertarik dengan isu-isu politik, hanya ditunjukkan di dunia maya dan tidak tergerak untuk berpartipasi secara lebih konkrit.
Maka lahirlah sebutan slacktivist untuk mereka karena hanya bisa like, share and comment, tanpa berani turun ke jalan menyuarakan aspirasi mereka atau memprotes sebuah kebijakan melalui aksi nyata.
Pandangan ini sedikit berubah ketika kita menyaksikan mereka dengan gagah berani bersuara lantang dalam berbagai rangkaian demonstrasi beberapa waktu lalu.
Terlepas dari pro-kontra terhadap rangkaian demonstrasi tersebut, kita dipertontonkan sebuah bentuk kepedulian konkrit pada isu-isu sosial-politik oleh generasi muda yang selama ini kita nilai apolitis.
Ini modal tak ternilai untuk menyukseskan demokrasi terutama karena generasi milenial dan younger millenial ini diprediksi akan menjadi kelompok umur terbesar dalam bonus demograsi yang akan menghampiri Indonesia dalam beberapa tahun ke depan.
Apa pendapat generasi ini pada Jokowi-Ma'ruf yang akan memimpin Indonesia 5 tahun ke depan? Jawaban mereka cukup membesarkan hati sebagaimana diungkap oleh lembaga survei Alvara Research Center beberapa hari lalu.
Lebih dari 70 % penduduk Indonesia menaruh optimisme yang tinggi pada pemerintahan Jokowi-Ma'ruf sebagaimana dimuat dalam Kompas.com.
Ketika responden survei diklasifikasikan berdasarkan kelompok umur, cukup mengejutkan bahwa penilian positif tersebut paling besar datang dari generasi milenial dan generasi lebih muda (gen. Z). Dukungan ini tentu bukan cek kosong.
Dalam berbagai kesempatan kita telah menyaksikan kecenderungan generasi muda ini menjadi demokrat-demokrat kritis, yakni warga negara yang memiliki pengetahuan tentang demokrasi dan memiliki kemauan untuk menyukseskan serta mengawasi pelaksanaannya.
Keriuhan di media sosial yang hampir tak pernah berhenti beberapa tahun ini sebagian besar dipicu oleh suara-suara kritis generasi ini terhadap berbagai praktek pemerintahan demokratis yang belum bekerja secara maksimal.
Beberapa waktu lalu, sekali lagi, kita telah menyaksikan mereka tidak hanya mampu bersuara kritis di jagat maya tetapi juga berani menunjukkan perlawanan massal di dunia nyata.