Menemani ayah berobat rawat inap, dengan mengingat diri sendiri agar selama menemani ayah harus sehat. Jangan sakit dan tidak boleh sakit. Wajarlah jika banyak tangan membantu membawakan makanan dan minuman. Bukan untuk yang sakit. Tetapi untuk yang menunggu di rumah sakit. Dia adalah para sepupu dan saudara. Yang menunggu ayah diriku sendiri.
Dulu belum terbiasa menulis seperti sekarang. Kalau sejak dulu ingat menulis daripada makan, mungkin sejak dulu sudah menulis, dan hasilnya akan lebih banyak. Karena belum terbiasa menulis, tetapi terbiasa makan, jadi makanan yang dibawa.
Di rumah sakit ayah juga mendapat susu. Tapi yang namanya orang sakit itu selera makan menghilang. Maunya pulang, tidur di rumah. Dari pada dipaksa, mending dirayu. Akhirnya, maulah walau sedikit.
Dibawakan makanan kesukaan ayah, juga tidak dimakan. Tidak ada rasanya dan badan tidak nyaman. Akhirnya mengalah dulu, mendengar apa maunya.
Maunya tetap pulang dan makan di rumah. Susu menjadi minumanku. Kadang dicampur coklat atau kopi. Selama sakit, nginap di rumah sakit datang dan pergi. Di rumah sakit beberapa hari, pulang beberapa hari. Berkali-kali begitu.
Kebiasaan menunggu di rumah sakit tanpa sadar ada rasa nyaman di perut. Nyaman be a be. Yang berubah selama di rumah sakit hanya kebiasaan minum susu milik ayah. Daripada tidak diminum oleh ayah dan kembali ke dapur rumah sakit. Akhirnya masuk mulutku.
Sejak itu, sepupu dan saudaraku juga memasukkan susu kotak ke dalam ranselku yang aku bawa ke rumah sakit. Tubuh tetap sehat, malah semakin sehat dengan gampang buang air besar.
Berbeda dengan ibu, ibu malah diare. Kalau soal be a be, ibu lebih nyaman dengan alpokat dan pisang. Maka di rumah selalu ada pisang dan alpokat.
Untuk yang susah buang air besar, mungkin pengalaman ini bisa dicoba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H