Tingkat kelulusan passing grade pada Seleksi Kemampuan Dasar (SKD) CPNS tahun 2018 diketahui sangat rendah. Ternyata oh ternyata sebagian besar peserta tidak memenuhi ambang batas pada nilai Tes Karakteristik Pribadi (TKP) yang minimal harus memiliki skor 143. Kok bisa? Padahal skor tersebut sama dengan seleksi CPNS 2017 dan tidak ada masalah.
Ternyata soal TKP yang berjumlah 35 buah soal tersebut memiliki pilihan jawaban yang mirip, seolah jawaban itu benar semua. Peserta pun bingung memilih mana jawaban yang memiliki nilai paling tinggi. Jadi hasilnya banyak yang gagal di TKP walau memiliki total skor yang tinggi-tinggi.
Kemudian apa yang terjadi? Peserta cemas. Entah panitia dan pemerintah ikutan cemas atau tidak melihat kondisi di mana tingkat kelulusan jauh di bawah harapan. Pada komentar-komentar di beberapa artikel terkait, juga pada postingan-postingan di media sosial, banyak peserta yang mengeluhkan kondisi ini.
Sehingga muncullah berbagai pendapat, ide, atau pun masukan dari para peserta yang jadi korban TKP. Mulai dari usul untuk perangkingan sampai kepada usul untuk penurunan passing grade. Bahkan sudah ada petisi mengenai permintaan perubahan peraturan terkait, yang telah ditandatangani puluhan ribu peserta. (Ya, sepertinya skor TKP saja yang diperhatikan. Apalah daya bagi peserta yang kurang pada skor TIU atau TWK ini. :D)
Untuk yang lolos passing grade dengan total skor yang tidak terlalu tinggi, banyak yang kurang menyetujui usul tersebut. Mereka tak ingin dilakukannya perubahan peraturan terkait passing grade kelulusan SKD dan beranggapan hal ini kurang adil bagi mereka.
Dikarenakan total akhir kelulusan, skor dari SKD menyumbang sebesar 40% nilai akhir kelulusan, sedangkan 60% lagi dari hasil Seleksi Kemampuan Bidang (SKB). Otomatis peserta yang tidak lulus PG tapi memiliki skor jauh lebih tinggi dari peserta yang lulus PG dengan nilai di bawahnya, akan memiliki nilai SKD lebih kecil untuk penentuan kelulusan akhir.
Lalu apa lagi yang terjadi? Iya, peserta seolah menjadi terpecah ke dalam tiga kelompok. Pertama, peserta yang memperjuangkan adanya perubahan peraturan terkait batas passing grade atau perengkingan untuk yang tidak lulus passing grade SKD.
Kedua, peserta yang sudah lulus passing grade dan tak ingin peraturan diubah. Terakhir, peserta yang hanya diam. Mungkin mereka yang sudah aman atau sudah pasrah, atau bisa juga yang hanya menunggu dan menerima apa pun kebijakan yang akan dipilih nantinya. (Sepertinya saya masuk ke dalam kelompok ketiga, bukan yang sudah aman sih, tapi sudah pasrah. Hihii)
Apa yang sebenarnya terjadi? Bagi saya reaksi ini adalah bentuk perjuangan dari setiap peserta. Demi mewujudkan impian dan cita-cita menjadi PNS tentu harus berjuang dan rela mengorbankan waktu dan pikiran untuk mempersiapkan diri mengikuti tahapan seleksi yang ketat. Sebagai manusia, kita hanya bisa berdoa dan berusaha, hasil akhir hanya Allah yang bisa menentukan.
Bagi peserta yang lulus atau tidak lulus passing grade di SKD, tentu sama-sama telah berjuang semampunya. Jadi jangan pernah mengatakan bahwa yang berjuang dan memiliki strategi hanya yang lulus passing grade.
Peserta yang tidak lulus passing grade pun telah berjuang dan melakukan yang terbaik. Jangan pernah pula mengatakan peserta lulus passing grade dengan skor tidak terlalu tinggi takut merasa tersaingi. Stop! Jangan lagi menambah keruh kondisi dan saling serang yang hanya akan menimbulkan perpecahan di antara sesama pejuang masa depan. Coba renungkan sejenak bagaimana jika kita berada di posisi yang terbalik, yang tidak lulus passing grade menjadi lulus dan yang lulus passing grade menjadi tidak lulus? Akankah kita melakukan hal yang sama?