Lihat ke Halaman Asli

Murniati

Guru Penulis Kabupaten Padang Pariaman

Menjadi Guru yang Dirindu

Diperbarui: 31 Mei 2022   09:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Menjadi guru adalah sebuah pekerjaan mulia yang butuh keikhlasan tingkat tinggi. Kok tingkat tinggi sih? Barangkali ada yang bertanya seperti itu. Jadi guru itu mudah kok. Buktinya banyak juga yang tidak berlatar pendidikan bisa jadi guru. 

Mungkin ada yang berkata seperti itu. Hm...mungkin itu ada benarnya, karena kenyataannya tidak semua guru berlatar pendidikan keguruan awalnya. Namun karena proses kehidupan akhirnya “terdampar” di dunia pendidikan.

Ada juga orang berpikir, jadi guru itu mudah kok. Kuasai materi ajar, transfer ke peserta didik. Gitu aja, apa susahnya?  Barangkali berpikir seperti itu tidak salah, jika kerja guru hanya sebatas transfer ilmu alias mengajar. 

Benarkah sseperti yang disebut dengan guru? Hingga pada suatu ketika Pandemi melanda,peserta didik di”rumahkan”. Mereka belajar daring setiap hari. Awalnya sih tidak ada keluhan. Namun ketika Pandemi menjadi hitungan bulan, keluh kesah mengajar anak menjadi santapan. 

Tidak hanya proses belajar peserta didik,atau  kuota internet yang dipusingkan. Bagaimana membelajarkan anak-anak selama Pandemi menjadi hal yang memusingkan bagi sebagian besar orang tua. Akhirnya orang-orang yang berpikir bahwa guru hanya transfer ilmu menemukan ‘batu’nya.

Guru sebuah kata yang memang sarat makna. Ketika saya sekolah guru dahulu, salah seorang guru saya pernah mengatakan “sekalipun kamu tidak menjadi guru, ‘G’ yang kamu sandang itu akan tetap melekat. Artinya, suka atau tidak suka kemanapun pergi senantiasa akan digugu dan ditiru sebagai seorang alumni sekolah guru.” 

Sungguh tidak mudah menyandang predikat seorang guru. Jika sebuah kesalahan dilakukan oleh anak didik, maka yang pertama dipertanyakan adalah guru. “Begitu diajarkan gurumu.” Duh…nyeseknya di hati, karena sejelek apapun attitude seorang guru pasti ia tidak pernah hal jelek pada peserta didiknya. 

Coba jika seorang anak berhasil, maka yang akan mendapat ‘nama’ pasti orang tuanya. “Anak si Fulan hebat ya, sekarang sudah Hafiz Qur’an, atau “Anak Fulanah pintar ya, sekarang sudah menjadi dokter.” Tak pernah nama seorang guru disebut atas kesuksesan anak didiknya.

Mari sejenak kita telisik nurani, apa nawaitu untuk menjadi guru. Apakah hanya karena status? Atau benar-benar ingin mendidik seorang anak manusia? Barangkali beragam jawaban yang akan keluar jika sebuah pertanyaan diajukan. 

Mengapa saya menjadi guru? Sekalipun seseorang menempuh pendidikan yang linear dengan profesinya sekarang, belum tentu itu merupakan niat awal mendidik anak bangsa, begitupun sebaliknya jika seseorang menempuh pendidikan yang tidak linear dengan proses saat ini menjadi guru, bisa jadi niatnya ikhlas mendidik anak bangsa. Hanya individu guru yang bersangkutan dapat membaca nawaitunya.

 Apapun latar belakang pendidikan dahulunya, linear ataupun tidak dengan profesi guru saat ini maka memperbarui niat itu penting. Agama islam mengajarkan kepada ummatnya bahwa semua amal itu bergantung kepada niat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline