Lihat ke Halaman Asli

Murni Lestari

Mahasiswa Bimbingan dan Konseling/Universitas Negeri Surabaya

Minoritas Pendidikan bagi Penyandang Disabilitas

Diperbarui: 5 Desember 2022   23:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Secara umum, disabilitas adalah ketidakmampuan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas tertentu. Terdapat beberapa jenis disabilitas, yaitu:

  • Disabilitas fisik, seperti gangguan gerak yang menyebabkan tidak bisa berjalan
  • Disabilitas sensorik, seperti gangguan pendengaran atau penglihatan
  • Disabilitas intelektual, seperti kehilangan ingatan 
  • Disabiltas mental, seperti fobia, depresi, skizofrenia, atau gangguan kecemasan.

Pendidikan adalah sebuah sistem yang terdiri dari berbagai unsur-unsur pendidikan dan elemen-elemen pendidikan, dimana unsur-unsur tersebut saling berkaitan agar tercapainya pendidikan yang efektif, sehingga siswa juga dapat mengembangkan diri nya dengan baik. Tujuan pendidikan ini sendiri yakni untuk mencerdaskan anak bangsa agar kelak menjadi orang yang memahami, mengerti, mengamalkan, dan bermanfaat dari ilmu itu sendiri, serta dapat diterapkan dikehidupan sehari-hari. Pendidikan merupakan hak setiap orang untuk mendapatkannya, tanpa memandang agama, suku, dan ras. Hal tersebut telah dicantumkan pada undang-undang sistem pendidikan nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai suatu tujuan pendidikan nasional, dan menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak masing-masing yang sama untuk memperoleh pendidikan. Dari undang-undang tersebut, tentu jelas bahwa bagi orang-orang difabel juga mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak bagi dirinya. Hak tersebut juga telah dicantumkan pada UU nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Hak pendidikan untuk Penyandang Disabilitas tersebut meliputi hak:

  • Mendapatkan pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan secara inklusif dan khusus.
  • Mempunyai kesamaan kesempatan untuk menjadi pendidik atau tenaga kependidikan pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan.
  • Mempunyai kesamaan kesempatan sebagai penyelenggara pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan.
  • Mendapatkan akomodasi yang layak sebagai peserta didik.

Selain itu tercantum juga pada PP nomor 13 tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas. Menko PMK Bpk. Muhadjir Efendy menjelaskan bahwa "Penyandang disabilitas harus mendapatkan hak untuk mendapatkan layanan pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan di semua jalur maupun jenjang, dan jenis pendidikan inklusif". Dari pernyataan tersebut dapat kita pahami bahwasanya kita tidak boleh membedakan hak-hak pendidikan bagi penyandang disabilitas maupun bukan penyandang disabilitas karena sejatinya sama saja penyandang disabilitas maupun tidak karena sama-sama mempunyai hak pendidikan yang layak bagi setiap orangnya.

Pendidikan merupakan hal yang penting bagi setiap individu, karena melalui pendidikan setiap individu dapat mengembangkan apapun yang ada dalam dirinya. Pendidikan ini juga tidak terlepas dari Tri Sentra Pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantoro. Tri Sentra Pendidikan atau Tiga Pusat Pendidikan tersebut yakni menerangkan bahwa pendidikan berlangsung pada tiga lingkup yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ketiga hal tersebut tentunya memiliki peran yang sangat penting dalam proses pendidikan dan saling berkaitan satu sama lain. Pendidikan untuk individu yang berkebutuhan khusus bukan hanya sekedar sistem layanan pendidikan ataupun teknisnya, tetapi sebuah praktik yang menerapkan keahlian yang khusus dan kesadaran hak asasi manusia sehingga tercipta nya pendidikan yang layak sesuai dengan dinamika kemanusiaan itu sendiri.

Ketidaksetaraan pendidikan bagi penyandang disabilitas masih menjadi persoalan yang sampai saat ini belum terselesaikan. Banyak kita temui kelompok disabilitas mengalami kesulitan dalam mencari sekolah inklusi. Ketua umum penyandang disabilitas Indonesia Bpk. Gufroni mengatakan bahwa "Tingkat partisipasi sekolah penyandang disabilitas yang rendah ini menjadi persoalan bagi bangsa kita. Kalau mereka tidak mendapatkan pendidikan yang baik, maka tentu saja ke depannya akan sangat sulit bagi mereka untuk bisa mandiri dan mendapat pekerjaan". Berdasarkan Statistik Pendidikan 2018, persentase penduduk usia 5 tahun ke atas penyandang disabilitas yang masih sekolah hanya 5,48 persen. Penyandang disabilitas yang belum atau tidak pernah bersekolah sama sekali mencapai 23,91 persen. Sementara itu, penyandang disabilitas yang tidak bersekolah lagi sebesar 70,62 persen. Tentunya hal tersebut menjadi persoalan yang sangat besar, karena semestinya semua individu mendapatkan hak pendidikan yang layak agar dapat mengembangkan dirinya pada proses pendidikan. Selain itu pada UU nomor 8 tahun 2016 telah menjelaskan bahwa untuk pemerintah menyelenggarakan pendidikan inklusi bagi penyandang disabilitas, namun hal tersebut juga belum bisa menyelesaikan minoritas bagi penyandang disabilitas ini sendiri. 

Banyak kendala yang dialami kelompok disabilitas misalnya dalam hal media pembelajaran, sarana prasarana, ataupun terbatasnya guru pendidik khusus bagi penyandang disabilitas. Sedangkan dari sisi lain juga masih terbatas tempat pendidikan atau sekolah inklusi pada daerah-daerah pedesaan atau pelosok, karena masih sering kita jumpai banyak daerah juga yang belum mempunyai sekolah inklusi bagi penyandang disleksia. Selain itu tidak semua sekolah inklusi menyediakan media pembelajaran bagi semua penyanderaan disabilitas, terkadang ada sekolah yang sudah menerima peserta didik dari disabilitas fisik dan intelektual, namun belum bisa menerima peserta didik dari penyandang disabilitas sensorik seperti tunarungu dan tunanetra karena adanya keterbatasan media pembelajaran. Terbatasnya guru pendidik khusus bagi penyandang disabilitas juga menjadi faktor minoritasnya pendidik bagi disabilitas, karena dengan keterbatasan tersebut sekolah-sekolah yang ada juga akan membatasi jumlah dari setiap peserta didik yang harus diterima di sekolah tersebut, seperti yang kita ketahui bahwa jika kita melakukan proses pendidikan disabilitas intelektual tidak cukup untuk 1 guru pendidik hanya untuk 1 peserta didik, mayoritas saat proses pembelajaran bagi disabilitas intelektual 1 peserta didik didampingi oleh beberapa guru pendidik khusus, ada yang tiga guru satu murid, ada juga yang 2 guru satu murid, semuanya dikembalikan tergantung dari kondisi intelektual masing-masing dari individu tersebut.

Banyak kita jumpai bahwasanya sebagian penyandang disabilitas sensori, disabilitas intelektual, disabilitas fisik, banyak yang sudah dialihkan ke sekolah umum dengan beberapa syarat dan ketentuan anak tersebut memenuhi kriteria untuk sekolah di sekolah umum seperti anak-anak normal seperti pada umumnya. Namun tidak menutup kemungkinan juga banyak penyandang disabilitas yang masih disepelehkan di sekolah-sekolah umum karena mereka tidak seperti anak-anak pada umumnya. Padahal sebenarnya hal itu bukan suatu penghambat juga dalam proses pembelajaran karena sejatinya setiap individu sama mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tetapi tidak banyak juga sekolah-sekolah yang tidak adanya deskrimi bagi penyandang disabilitas namun sekolah tersebut masih terbatasnya media pembelajaran yang ada khususnya bagi disabilitas fisik.

Oleh karena itu, kita harus mempunyai kesadaran kritis, pemerintah harus lebih aktif memperhatikan penyelenggaraan pendidikan inklusi bagi penyandang disabilitas disegala jenjang pendidikan di indonesia. Selain itu, pemerintah memfasilitasi dan membuat program-program tepatnya untuk mewadahi kemampuan anak-anak disabilitas. Pemberdayaan haruslah berlandasan pada prinsip kemanusiaan tanpa mengenyampingkan hal minoritas. Terlepas dari pemberdayaan dan program pemerintah untuk memfasilitasi pendidikan bagi penyandang disabilitas, pemerintah juga perlu membuat media pembelajaran yang bisa diterapkan dengan mudah di sekolah-sekolah, tentunya juga mudah dijangkau oleh sekolah-sekolah, seperti hal nya membuat media pembelajaran dalam bentuk virtual reality ataupun augmented reality agar dapat memudahkan media pembelajaran bagi penyandang disabilitas intelektual, selain itu pemerintah juga dapat memberikan sedikit bantuan di beberapa sekolah yang mengalami kendala media pembelajaran bagi disabilitas fisik maupun disabilitas yang lainnya, serta kita semua bisa membuat inovasi-inovasi media pembelajaran yang mempermudah bagi penyandang disabilitas seperti hal nya media pembelajaran dalam bentuk permainan atau yang lainnya yang dirasa biaa cukup tidak monoton itu-itu saja agar peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik dan nyaman. Pemerintah juga dapat mengadakan pelatihan-pelatihan khusus yang ditujukan kepada masyarakat agar dapat diikuti untuk menjadi tenaga pendidik bagi guru anak berkebutuhan khusus. Maka dari itu, diharapkan juga tidak ada penolakan disetiap jenjang pendidikan kepada penyandang disabilitas. Karena hakikatnya setiap individu berhak mendapat pendidikan yang layak secara utuh dan menyeluruh tanpa mendapatkan ras, suku, agama, maupun yang lainnya. Seperti yang telah dicantumkan pada undang-undang sistem pendidikan nomor 20 tahun 2003 dan diperjelas dalam pancasila ke-5 yang berbunyi keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline