Lihat ke Halaman Asli

MURJANI

100% Cinta Anak Indonesia

Sejarah Mesjid Tertua di Kepri, Mesjid Al-Mubarak

Diperbarui: 12 Maret 2021   22:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Dokumentasi Pribadi

Hai Guys,,, Perkenalkan nama saya MURJANI Mahasiswa D4 Perhotelan Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti dan penerima Beasiswa Unggulan Kemendikbud.

Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, memiliki peninggalan sejarah yang berpengaruh dalam pengembangan syiar islam di kabupaten dengan sebutan 'bumi berazam' tersebut, bukti tersebut adalah masjid Al-Mubarak. 

Menurut catatan sejarah, masjid yang terletak di Kelurahan Meral Kota, Kecamatan Meral, Kabupaten Karimun ini memiliki peranan penting dalam penyebaran syiar Islam yang mempunyai korelasi dengan sejarah melayu. 

Mesjid ini bersebelahan dengan Pangkalan Sarana Operasi Kentor Bea Cukai Tanjungbalai Karimun, di sekitaran mesjid Al-Mubarak terdapat makam para raja-raja.

Masjid Al-Mubarak dibangun pada tahun 1820 masehi sampai dengan 1830 masehi oleh pendirinya yakni Raja Abdullah bin Raja Ahmad Engku Tuah yang merupakan cucu dari Raja Haji Fisabillilah. 

yang unik dari mesjid ini adalah tidak terbuat dari semen, melaikan campuran kapur,tanah liat dan putih telur, dan mimbar pada mesjid ini juga masih original dari mesjid ini di bangun.

Dahulu, Pelabuhan pertama yang ada di Pulau Karimun berada tepat di depan masjid ini. Kawasan Meral yang menjadi lokasi keberadaan masjid yang di bangun abad ke-17 itu merupakan tempat kapal para saudagar dari Arab, Cina dan India untuk mengumpulkan rempah-rempah. 

Pada masa itu, para saudagar mengembangkan syiar islam dan membangun masjid. Setelah dibangun, menjadikannya masjid tertua ketiga di Kepulauan Riau, setelah masjid Abdul Gani, di Pulau Buru, Kecamatan Buru, Kabupaten Karimun. 

Bangunan awal Masjid Raya Al-Mubarak di Meral ini, kaya akan seni arsitektur campuran, namun masih mengedepankan seni arsitektur bangunan masjid Melayu tradisi. 

Seiring dengan perkembangan waktu, masjid yang diperkirakan dapat menampung 300 orang jemaah itu mengalami sejumlah perubahan pada komponen bangunan. Demikian ciri khas aritektur asalnya sebagai sebuah seni bina masjid Melayu masih tetap tampak dari bumbung atau atap utamanya. 

"Udah beberapa kali di renovasi lah, hanya saja bagian atas masih asli sejak didirikannya masjid ini," ujar imam Masjid Al-Mubarak, Ahmad Yusuf.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline