Akibat lalu lintas keluar–masuk Kabupaten Kudus terisolir, pasokan bahan bakar premium tersendat. Hal ini langsung dirasakan dampaknya, terlebih lagi kendaraan bermotor bagi masyarakat Kudus merupakan kebutuhan. Berawal dari kabar mulut ke mulut, berita ini sampai pada pula ke telinga masyarakat pelosok Kudus, seperti Colo misalnya. Desa kecil yang untuk tahun ini masih relatif aman dari bencana longsor yang selalu menghantui ketika musim penghujan ini pun dibuat geger dengan kelangkaan bahan bakar premium.
Kios-kios yang biasa mengecer bahan bakar, sepanjang jalan Kudus – Colo pun kosong. Masyarakat yang membutuhkan pun terpaksa harus ke SPBU. Sialnya, hal ini terjadi di seluruh wilayah kota kretek ini. Sehingga hampir semua SPBU mengalami antrian panjang. Beberapa orang yang berduit dan tidak mau lama-lama antri, akhirnya membeli bahan bakar jenis pertamax yang harganya 2 kali lebih mahal. Sial lagi, tidak hanya satu-dua yang melakukan hal ini. Otomatis antri pun kuadrat.
Ketika ada truk tangki pengangkut bahan bakar minyak (BBM) menuju SPBU, sejenak akan merasa lega. Antrian akan pendek, karena mereka akan segera mendapatkan bensin. Ironisnya, truk yang ditunggu-tunggu tersebut pun “hanya” membawa stok “sedikit”. Dalam waktu sejenak, langsung ludes lagi. Antrian pun bertambah panjang. Bagi yang “sukses” menadahkan kendaraannya ke corong pengisi pun harus rela juga jatahnya dikurangi karena adanya pembatasan.
Dasar makhluk yang kreatif, oleh mereka yang memiliki kendaraan mobil, antrinya membawa mobil karena jatah bagi mobil memang lebih banyak. Situasi seperti ini pun dimanfaatkan beberapa oknum untuk mengeruk keuntungan. Ada pula yang rela bolak-balik ke SPBU dan kemudian mengecernya dengan harga selangit. Jika normalnya harga bahan bakar premium ditingkat pengecer Rp 7.000, dalam situasi ini bisa melonjak hingga Rp 15.000 perliter.
Tidak perlu lah mengucapkan sumpah serapah kepada oknum-oknum tersebut. Toh mereka juga memanfaatkan kesempatan langka ini. Keadaan seperti ini, salah satunya, juga disebabkan oleh kepanikan masyarakat. Saking paniknya, mereka kemudian berduyun-duyun menuju Pom Bensin. Semua tenaga yang bisa dikerahkan, dikerahkan semua. Semua kendaraan yang dimiliki harus diisi bensin sampai penuh. Karena kepanikan tersebut, peluang oknum untuk mengeruk keuntungan pun muncul.
*Menumpahkan kekecewaan gak bisa jalan-jalan karena gak punya bensin, hehehehe...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H