Lihat ke Halaman Asli

PRT; Pekerja atau Pembantu?

Diperbarui: 19 Juli 2016   17:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Akhir-akhir ini, kita banyak mendengar kasus kekerasan yang menimpa Pekerja Rumah Tangga (PRT). Masih segar di ingatan, tindakan penganiayaan yang dilakukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Ivan Haz, terhadap ‘pembantu’ rumah tangganya. Lalu ada pula kasus pembunuhan J, ‘pembantu’ rumah tangga di Apartemen Belleza, Jakarta pada Juni 2016 lalu.

Seringkali, kita dibuat prihatin dengan berita-berita tentang mereka. Kasus pelecehanpun acapkali terjadi. Peristiwa itu menjadi momok yang menakutkan pada kebanyakan PRT. Namun ironisnya, di banyak negara termasuk Indonesia, pekerjaan sebagai PRT pada umumnya kurang dihargai, bergaji rendah dan tidak terlindungi secara hukum dengan baik. Payung hukum yang belum jelas, semakin membuka peluang terjadinya hal-hal merugikan pada seorang PRT.

Padahal semua sepakat kalau PRT mempunyai kontribusi yang besar dalam kehidupan sosial dan kehidupan ekonomi masyarakat. Dengan adanya PRT yang melakukan tugas-tugas kerumah-tanggaan, termasuk menjaga anak-anak, kita semua dapat melakukan kegiatan sosial dan ekonomi produktif di luar rumah dengan nyaman.

Namun ketika bicara Hak PRT, semua seolah abai. Pada peringatan  Hari Pekerja Rumah Tangga Internasional yang dirayakan 16 Juni 2016 lalu, Komnas Perempuan telah mendesak pemerintah dan DPR untuk segera membahas dan mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) dan meratifikasi Konvensi International Labour Organization (ILO) Np.189 tentang kerja layak bagi PRT. 

Ratifikasi dan RUU tersebut diharapkan menjadi payung hukum dan memberikan kepastian hukum untuk mengakui PRT sebagai pekerja. Selain itu, ratifikasi dan RUU juga diharapkan dapat menciptakan situasi kerja yang layak dan menguntungkan PRT maupun pihak pemberi kerja/majikan.

Perjalanan RUU PPRT sendiri selama 11 tahun ini masih jauh dari harapan. Untuk payung hukum, baru diakui ditataran Kementrian Ketenagakerjaan, bahwa PRT perlu diberikan perlindungan, tetapi masih merasa belum siap untuk mengatur sektor pekerjaan informal seperti PRT ini, sehingga tidak termasuk dalam UU Ketenagakerjaan No.13/2003.

Pekerja atau Pembantu?

Masih banyak kendala yang perlu diatasi agar advokasi hak PRT dapat berhasil. Namun hal yang menarik penulis disini adalah penggunaan diksi dari PRT itu sendiri. Karena dari hal yang sederhana, -dalam penggunaan kata saja- masih banyak yang belum sepaham. Berbagai penyebutan masih digunakan untuk orang yang bekerja di dalam lingkup rumah tangga majikannya, seperti  “Pekerja Rumah Tangga”, “Pembantu Rumah Tangga”, bahkan ada juga yang menyebutkan dengan istilah “asisten rumah tangga”.

Padahal bila dilihat secara simpel, berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) saja, terlihat jelas perbedaan artinya, seperti;

pe.ker.ja
 [n] (1)orang yg bekerja; (2) orang yg menerima upah atas hasil kerjanya; buruh; karyawan

 pem.ban.tu
 [n] (1) orang (alat dsb) yg membantu; penolong; (2) orang upahan, pekerjaannya (membantu) mengurus pekerjaan rumah tangga (memasak, mencuci, menyapu, dsb)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline