Lihat ke Halaman Asli

Persiapkan Diri Menghadapi Masa Depan Pasca Kematian

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulan Ramadhan merupakan ladang amal bagi ummat Islam. Banyak amalan yang pahalanya dilipatgandakan oleh Alloh. Setiap kebaikan yang kita perbuat akan mendatangkan amal yang berlipat ganda. Andai saja Alloh memberitahu kepada kita secara konkrit, tentang pahala di bulan Ramadhan, tentu kita akan berlari berebut melakukan amalan-amalan di bulan Ramadhan. Mari menuai amal di bulan Ramadhan menuju mardhotillah. Kita perlu bekal sebanyak-banyaknya untuk menghadapi ‘masa depan’. Manusia hidup di dunia hanya sementara. Orang jawa bilang “urip mung mampir ngombe” (hidup hanya sekadar istirahat untuk minum). Artinya, kita masih akan meneruskan perjalanan. Hidup kita tidak terhenti sampai di dunia, tapi ada kehidupan lain setelah alam dunia.

Manusia hidup di dunia memiliki dua masa depan yang akan dihadapi, yaitu masa depan pra kematian dan pasca kematian. Masa depan pra kematian adalah masa depan yang akan kita hadapi sebelum mati. Sementara, masa depan pasca kematian adalah masa depan setelah kita mati. Dua masa depan ini memiliki karakteristik yang sangat berlawanan. Masa depan pra kematian merupakan masa depan yang penuh ketidakpastian. Sedangkan, masa depan pasca kematian merupakan masa depan yang penuh dengan kepastian. Kematian adalah batas terhentinya masa depan pra kematian dan dimulainya masa depan pasca kematian.

Pentingnya mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depan pasca kematian telah secara jelas dituliskan Alloh dalam Al-qur’an surat Al-Hasyr (Pengusiran) ayat 18. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa manusia perlu memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk kepentingan hari esok (akhirat).

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”

Kutipan Al-Qur’an Surat Al-Hasyr (Pengusiran) ayat 18 menyiratkan makna bahwa setiap manusia hendaklah memperhatikan segala sesuatu yang telah diperbuatnya untuk kepentingan hari esok. Hari esok dalam konteks ini dapat dimaknai menjadi 2 hal, yaitu: hari esok pra kematian (kehidupan duniawi), dan hari esok pasca kematian (kehidupan akhirat). Masa depan pra kematian sifatnya sangat jelas, yaitu serba penuh dengan kemungkinan. Sesuatu yang ada di dunia ini adalah sesuatu yang sifatnya mungkin. Misalnya, belajar dengan tekun tiap hari belum tentu menjadi juara kelas? Petani rajin menanam palawija, belum tentu bisa panen? Bekerja siang malam banting tulang untuk istri atau suami atau anak belum tentu istrinya atau suaminya setia dan belum tentu anaknya itu menjadi anak yang soleh, bisa jadi istri atau suaminya selingkuh, bisa jadi anaknya akan mempermalukan kedua orang tuanya karena sikap dan kelakuannya? Belum tentu yang punya wajah cantik atau tampan akan kawin lebih dulu dari yang kurang cantik atau kurang tampan? Belum tentu yang punya pacar cantik atau ganteng akan jadi istri atau suaminya? Karena untuk mencari pasangan sejati tidak harus melalui pacaran? Belum tentu setelah kawin ia akan punya anak? Belum tentu yang sekarang menabung untuk hari tua ia akan menikmati hasil tabungannya, bisa jadi sebelum tua dia sudah meninggal? Belum tentu yang sekolah tinggi sampai sarjana akan mudah mencari pekerjaan? Apalagi yang tidak sekolah? Belum tentu yang sekarang jadi pejabat tahun depan akan jadi pejabat lagi? Belum tentu yang sekarang merantau bekerja di perusahaan dapat uang melimpah tahun depan perusahaan akan tetap memakainya? Nah, masa depan pra kematian penuh dengan kemungkinan, bukan?

Manusia lahir kemudian hidup di alam dunia berusaha keras untuk mencapai masa depan dunia, lalu mencari bekal untuk menggapai masa depan pasca kematian. Masa depan pasca kematian ketentuannya jelas, yang berbuat baik balasannya adalah syurga dan yang berbuat kejahatan balasannya adalah neraka.Rumah yang sebenarnya akan kita tempati untuk selama-lamanya adalah rumah pasca kematian. Rumah-rumah pasca kematian ini bisa kita bangun ketika kita masih hidup di dunia. Pondasi yang kita bangun adalah melalui aqidah yang kuat, kemudian dinding dan penopangya atau tiangnya kita buat dengan ibadah tanpa melakukan bid’ah, kemudian kita atapi rumah tersebut dengan akhlakul karimah, berbuat baik kepada setiap manusia dan lingkungannya.

Dalam membangun rumah atau kapling pasca kematian tidak boleh meninggalkan kehidupan duniwai, secara tegas Allah telah berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Qhashas ayat 77 sebagai berikut:

”dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni’matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”

Ayat tersebut secara tegas menyiratkan makna bahwa ketekunan kita dalam beribadah, keikhlasan kita dalam beramal, segala perilaku dan akhlakul karimah yang kita kerjakan untuk bekal masa depan pasca kematian tidak boleh meninggalkan kesuksesan masa depan pra kematian. Tidaklah benar kalau kemudian kita berusaha untuk mencapai kesuksesan masa depan pasca kematian kemudian kita setiap hari berada di masjid, beribadah terus menerus, tanpa pernah bekerja keras. Dalam menggapai kesuksesan pasca kematian kita tetap bekerja keras untuk masa depan pra kematian. Kita harus rajin mencangkul agar bisa panen di kebun ataupun di sawah. Kita harus rajin menggeluti pekerjaan kita sehari-hari, tapi jangan sampai meninggalkan ibadah. Rumus yang perlu diperhatikan dalam mengejar urusan duniwai dan ukhrowi adalah:

”bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau akan hidup selama-lamanya, dan bekerjalah untuk akhiratmu sekan-akan engkau akan mati besaok pagi”

Mari kita saling mengingatkan, karena saling mengingatkan itu sangat bermanfaat.Marilah kita senantiasa bekerja keras tanpa lelah untuk kepentingan duniawi tapi jangan lupa meninggalkan kepentingan ukhrowi. Yang jadi petani, apabila mendengar azdan mari kita tanggalkan dan tinggalkan cangkul kita sebentar, kemudian kita memulai lagi pekerjaan itu setelah melakukan sholat. Yang jadi guru atau dosen mari tinggalkan sejenak kapur papan tulis dan ajaklah para peserta didiknya untuk melaksanakan sholat terlebih dahulu. Yang jadi sopir mari kita parkirkan sejenak kendaraan kita di depan masjid untuk sejenak melaksanakan sholat. Yang jadi tukang atau kuli bangunan mari tinggalkan sejenak sendok dan ember-ember adukan semen untuk kita sejenak melaksanakan sholat. Dan apapun profesi atau pekerjaan kita mari kita tinggalkan kalau memang adzan sudah terdengar.

Marilah kita meninggalkan dunia ini dengan penuh prestasi dan prasasti. Prestasi dapat ditunjukkan dengan keberhasilan kita menggapai masa depan pra kematian dengan ditunjukkan, misalnya secara materi sudah memiliki rumah sebagai hasil kerja keras kita, punya anak-anak yang sholih dan sholihah, punya pekerjaan yang tetap ataupun indikator-indikator lain yang menunjukkan keberhasilanduniawi. Kemudian prasasti yang kita tinggalkan sebagai indikator yang menunjukkan keberhasilan pasca kematian adalah amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang dapat mendoakan kedua orang tuanya. Inilah prasasti yang harus kita tinggalkan yang dapat ditiru oleh anak cucu kita. Ketiga amal tersebut akan tetap terus mengalir meskipun kita telah meninggal dunia, dan itulah sebenarnya sedikit bekal yang bisa kita bawa untuk menggapai keberhasilan pasca kematian.

Selamat menunaikan Ibadah puasa Ramadhan!..




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline