Lihat ke Halaman Asli

Jugarit

Customer Care ISP II Kabupaten Manchester

Pagelaran Wayang di Ngastina

Diperbarui: 24 Januari 2023   04:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seperti pada malam bulan purnama sebelum-sebelumnya, sejak Prabu Janaka menjadi Raja di Ngastina. Diadakanlah setiap bulan purnama pagelaran wayang. Dalangnya jelas yaitu Prabu wisanggeni, dipilihnya prabu wisanggeni ini konon karena sang prabu bisa melihat jauh ke masa silam juga bisa melihat jauh ke masa depan melalui mimpinya. Dengan kata lain bahwa wayang yang dipentaskan di Ngastina adalah sebuah rekaan masa depan ataupun masa lalu. Ki Wisanggeni diberi amanat untuk menontonkan tuntunan serta menuntunkan tontonan bagi rakyat Ngastinapura agar setiap bulan mereka diberi petuah-petuah dari sang Pangeran. Tak jarang juga diselipi petuah-petuah dari Sri Baginda Janaka supaya rakyat tetap damai, aman dan makmur.


Wayang yang dipakai berbahan dasar kulit binatang, biasanya kerbau atau kambing. Perlu dipahami jika di Ngastina binatang sapi sangat disucikan oleh para penduduknya. Gapit yang dipakaipun seperti yang dipakai wayang pada masa sekarang yaitu tanduk ataupun tulang dari kerbau. Wayang tersebut juga persis berbentuk dengan tokoh-tokoh yang ditemui oleh Ki Wisanggeni didalam mimpinya. Maka dari itu wayang akan mulai dibuat mulai pagi hari sebelum dimulai pentas wayang tersebut karena menunggu cerita lakon yang akan dimainkan oleh dalang. Para punokawanlah yang akan ditugasi untuk membuat wayang.
Wayang disini memberikan hiburan-hiburan kepada masyarakat. Karena seluruh seantero negeri biasa berkumpul untuk menyaksikan wayang.

Punokawan tersebut sebenarnya adalah pembantu atau abdi kerajaan. Berkat permohonan dari sang Pangeran maka abdi tersebut dibebas tugaskan hanya untuk mengurusi pembuatan wayang. Mereka terdiri dari ayah, anak dan keponakan. Ayahnya yaitu Lurah Semar , anaknya yaitu semar gareng petruk bagong, dan dua keponakannya yaitu togog dan bilung. Karena kesaktiannya Semar, Bagong Gareng Petruk dibantu dengan Togog dan Bilung bisa membuat wayang berapapun jumlahnya. Wayang-wayang tersebut tentu bukan wayang sembarangan karena ada pembagian tugas yang sangat berat. Yaitu Lurah semar bertugas semedi memberi doa, dia selalu meminta waktu dipanjangkan selama proses pembuatan wayang. Lalu petruk bagong dan semar bertugas membuat bagian-bagian wayang seperti gapit, bentuk wayang sendiri, sampai natah sehingga menarik dan membuat enak dilihat bagi seluruh penduduk Ngastina. Togog dan bilung selalu bersama mencari bahan-bahan seperti hewan yang akan dipakai bahkan sampai bahan baku kulit dan tanduk dari hewan. Mereka selalu mendapat hewan berapapun jumlahnya selalu pas dan tidak pernah kurang ataupun kelebihan. Keajaiban itu semata, berasal dari doa-doa yang dipanjatkan didalam semedi Lurah Semar.

Ini adalah seberpuluh kali atau ratusan kali pementasan yang dibuat oleh Ki dalang wisanggeni. Ketika pagi subuh, dia bangun dari semedinya dia langsung menuju rumah Lurah Semar untuk memberitahu wayang apa saja yang akan dibuat. Ki wisanggeni tidak pernah menjelentrehkan detail wayang, , mengenai bentuk, tatahan, ukuran, dia hanya menyebut tokoh yang akan dibuat maka tanggung jawab Lurah Semar untuk mencari tahu apa yang dimaksudkan penonton.
"Sugeng enjing ki Lurah semar" sapa ki wisanggeni
" sugeng enjing Prabu, monggo-monggo gimana? Apa yang harus saya buat untuk pementasan nanti malam ?" tanya ki lurah semar sembari menyilakan sang Prabu untuk masuk.


"wah, ini kok masih sepi pada kemana ya, Ki? Tanya sang prabu, sembari menyandarkan tubuh di kursi yang reyot.
"halah, itu anak-anak masih tidur, kemarin malam baru bermain remi, sampe fajar menyingsing mereka baru tidur, begitulah. Namanya juga anak muda, sebentar lo ini rusuh Ki prabu saya bersihkan dahulu" Ki Semar tampak membersihkan sisa-sisa kopi dan kacang kulit anak-anaknya juga beberapa karyu yang berserakan.
"iya tidak apa-apa Ki, namanya juga anak muda, kalo mereka nakalnya masih muda enak, bermasalah sama orang tuanya saja, tapi kalau nakalnya waktu sudah menikah malah repot, urusan sama anak istri brlum juga sama tetangga apalagi sama mertua bisa-bisa malah membuat repot orang banyak" bela Ki Wisanggeni, dengan wibawanya, sembari menciumi aroma tembakau yang selalu menghiasi ruang tamu rumah Lurah Semar.


"iya saya juga mikirnya begitu, Ki. Toh, mereka juga masih batas wajar paling pol itu mereka cuma mabuk to? Mabuk juga tidak setiap hari paling waktu si Petruk survey biasa membeli minuman beralkohol" tambah Lurah Semar.
"wolah, kok selalu aneh-aneh petruk ini" tungkas Ki Wisanggeni, lalu mulai melinting tembakau.
"loh, la ini apa, Ki?" Tanya penasaran dari Ki Wisanggeni, setelah lama mengamati beberapa bunga kering disebelah kotak tembakau
"oh ini cengkeh, Ki !" sambil membawa gelas berisi kopi dari dapur.
"lah ini juga bahan selain tembakau apa bagaimana ?" Tanya penasaran lagi Ki Wisanggeni.
"walah, ini dibawa petruk katanya dari abad 19, di negari Hindia belanda"
"ini langsung dicampur saja bisa? Atau dikunyah dahulu?" tanya Ki Wisanggeni.
"loh tidak Ki. Ini langsung dicampur rasanya menjadi tambah gurih, entah itu gurih dari tembakau apa dari yang namanya cengkeh itu, lawong petruk itu bawanya langsung sepaket begitu"
"iya, saya coba dulu ya!" sembari mulai memantik api dari koreknya, yang juga oleh-oleh dari petruk beberapa bulan lalu.
"lawong biasanya itu petruk bawanya tembakau dari negeri amerika jadi ya rasanya biasa aja begitu" sanggah Lurah Semar.
"wah ini enak ini, mbok kapan-kapan kalo petruk nropong jaman lagi saya titip ini, berapapun harganya saya beli, ini enak sekali" puji Ki Wisanggeni, sembari mengamati percikan cengkeh yang terkena api.


Setelah menikmati sebatang rokok dan sesruput kopi, yang konon kopi tersebut juga dibawa oleh petruk dari Hindia belanda, makanya terasa pas dengan sebatang rokok yang kemudian hari disebut sebagai kretek. Memang di seantero negeri ngastinapura hanya rumah Lurah Semar yang bisa mendatangkan sesuatu dari masa depan. Termasuk juga beberapa minuman beralkohol yang dibawa petruk yang mempunyai kesaktian nropong jaman. Dan hal itu hanya diketahui oleh ayahnya Lurah Semar dan Ki Wisanggeni sang pelanggan. Maka tak heran di rak ruang tamu berjajar botol-botol minuman beralkohol dari berbagai jaman. Ketika Petruk menropong jaman lalu dia jatuh dirusia dia membeli vodka dan ketika di irlandia dia membawa beberapa botol whiskey. Maka tak heran bahwa di rumah Lurah Semar juga ditemui televisi, namun apa daya sesaktinya orang, teknologi masih mempunyai tingkat kesaktian diatasnya. Maka televisi itupun terpajang sia-sia di ruang tengah. Karena bagaimanapun gelombang televisi baru ditemukan jauh setelah negeri Ngastina sudah berdiri makmur seperti sekarang ini.


Apa yang dimiliki Patruk tak serta merta ia manfaatkan untuk uang atau ekonomi ataupun tren. Karena satu keluarga itu diberi kesaktian masing-masing dan salah satu syarat dari kesaktianya yaitu tidak untuk membuat geger seluruh negeri Ngastinapura. Dan hal itu tidak dketahui oleh seluruh penduduk Ngastina kecuali Ki Wisanggeni sang dalang yang memberiseluruh keluarga itu kesaktian yang dimiliki dan memohonkan restu kepada sang batharaguru untuk memberi keluarga ini kesaktian. Bahkan sang Sri Baginda Janaka tidak pernah mengetahui kesaktiannya.  Maka kesaktian itu bagaikan aib yang disimpan rapat-rapat oleh mereka bertujuh. Dan apabila kesaktian mereka membuat gempar serta geger negeri Ngastina pura maka kiamatlah seluruh negeri. Dari itulah setiap pagi hari Ki Wisanggeni pergi kerumah setelah fajar merekah dan pulang sewaktu mathari sepenggalah tombak. Sehingga tidak pernah menjadi curiga penduduk ngastina, karena wajar saja jika calon raja haruslah bangun ketika matahari masih hangat. Dan penduduk di ngastina pura sangat wajar jika terbangun waktu mentari sudah hangat karena mereka hidup dinegeri makmur dan sejahtera.


" jadi begini Lurah Semar, saya tadi terbangun dari tidur itu bermimpi, mimpi saya itu aneh masak ada orang yang saya lihat identik, pikir saya satu ras atau bagaimana" lalu Ki Wisanggeni menghentikan ceritanya, ia ingat orang yang pas untuk dikasih cerita ini adalah Petruk.


" tapi mungkin aku cerita juga ke Petruk, tapi kok tidak enak membangunkanya" pikir Ki Wisanggeni.
"oh tidak apa-apa, sebentar saya bangunkan,Ki. Toh kalau menunggu dia bangun orang-orang lewat depan rumah sudah ramai bisa menjadi curiga, padahal ini kan syarat dari bathara guru jangan sampai membuat geger, apapun sebabnya!" tungkas Lurah Semar sambil berlalu kebelakang.


"iya juga, kalau sampai menunggu kan bisa membuat curiga bisa membuat bencana, mana ada dibelahan waktu dan dimensi lain bahwa seorang pangeran mendatangi sebuah gubuk, rumah pembantu istana lalu keluar dengan bau rokok, bau yang tidak pernah dicium oleh seantero jagad ngastinapur" batin Ki Wisanggeni.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline