Lihat ke Halaman Asli

Bahagia itu Sederhana, Kita yang Menciptakan

Diperbarui: 6 Januari 2017   16:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menu masakan gurame | Dok. Pribadi

Pada penghujung  tahun, Jumat 30 desember 2016 ponsel tidak hentinya menerima dan mengirim dengan teman-teman tentang kabar di jalan, kapan, dimana dan siapa, apakah macet atau lenggang untuk menuju lokasi wisata. Saat akhir pekan tentu saja jadi  momentum untuk berkumpul bersama  kekasih, teman maupun dengan keluarga, betul keluarga.

Saya berencana pergi ke rumah kantor yang menjadi keluarga kedua bersama tim kantor ayah, yaitu tepatnya di desa Wangon Banjarnegara Jawa Tengah, agenda itu adalah wujud dari gagasan dua pekan sebelumnya melalui obrolan  dengan ayah saya, tujuannya yaitu untuk mengadakan Makan Malam Tahun Baru sekaligus kumpul bersama tetangga, lantas apa yang menjadi pilihan menu, tentu saja ayah saya bilang, “Kolam di depan kantor, kan ada ikan Gurame, nah, jadi bisa buat menu kita nanti…”, berhubung saya tinggal dimana rumah saling berdampingan antar warga lainnya saya pun mengajak tetangga dekat untuk menyambangi  ke Kota yang dikenal dengan Kota Dawet Ayu tersebut dan menjaring ikan sebagai pilihan menu “rahat-rahat” berbagi.

Tepat Pukul 14.00 WIB siang  di desa Kwagean tempat  tinggal saya,  personel sudah siap yaitu kami ber-empat, kalau biasanya saya dan ayah dengan roda empat, pada kesempatan ini memilih naik motor roda dua.  Kami pun meluncur, saya dan tetangga berpikir pasti dijalan padat kendaraan berlalu-lalang, siang itu juga  ternyata benar  jalanan mulai dibanjiri kendaraan dari berbagai plat nomor luar daerah  melaju di  lajur kiri maupun kanan, seolah menandakan bahwa inilah momentum dimana jalan menunjukkan magnetnya untuk ke sebuah tujuan, oh, meskipun tidak semua warga didaerah melakukan demikian, pada lain sisi  terbukti saat kami mengisi bahan bakar di pom bensin Kajen Kabupaten Pekalongah puluhan kendaraan mengular antrean panjang.

Setelah mengisi bahan bakar, kami lanjut tancap gas. Saat di kawasan wisata Linggo Asri Pekalongan, turun hujan kendaraan yang melaju masih tetap padat, berkali-kali memperlambat  laju motor ini, hujan pun turun deras, dengan roda dua kami melewati jalan provinsi tersebut  untuk bisa sampai di Banjarnegara. Pukul 16.10 WIB sore setelah memasuki daerah Karangkobar yang merupakan jalur  rawan longsor hujan pun masih deras, terlihat beberapa truk, mobil dan motor melaju pelan-pelan dan ekstra hati-hati, berkali-kali nampak  sisa longsoran tanah tebing di tepi jalan, mau tidak mau jalur ini merupakan lebih dekat ketimbang saya harus melewati jalur Randudongkal - Bobotsari - Purbalingga dan ambil jalan provinsi arah Banjarnegara meskipun landai namun membutuhkan waktu yang lebih lama.

Setelah menempuh perjalanan lebih kurang 180 menit atau 3 jam dari Pekalongan ke Banjarnegara, kami tiba pada pukul 17.20 WIB, hujan berangsur mereda saat memasuki wilayah kota, dan kami sampai di Desa Wangon  tempat  rumah kantor ayah saya. Sambil istirahat  menikmati senja di sungai depan kantor yang merupakan anak sungai Serayu ditemani segelas kopi panas yang menggugah nuansa senja.

Happp, lalu ditangkap | Dok. Pribadi

Saat itu dan kami ber-empat  mengira bahwa esoknya akan  menceburkan dan menangkap ikan Gurame besar di kolam, eh ternyata  Gurame tadi sudah di tangkap oleh tim kantor ayah saya, dan ditaruh di tabung  drum khusus untuk ikan. Padahal kami sudah menyiapkan celana pendek dan kaus ganti, disaat bersamaan kemudian ayah saya bilang  secara mendadak bahwa ikan butuh tangan  penangkap spesial karena bersiko untuk  ditangkap dengan tangan pemula seperti saya dan teman-teman, ya sudah, sambil menyeruput  kopi lokal yang nikmat, malam pun tiba, pukul 19.00 WIB  kami putuskan untuk mengitari alun-alun khas Kota dengan semboyan Gilar-Gilar ini, sesekali menyantap makan malam bersama ayah kandung saya, adik saya yang juga ikut juga terlihat semangat saat mampir ke Rumah Makan Sari Rahayu 4, kesana-kemari kami berkelakar  dan diiringi alunan musik akustik seolah menjadi keakraban kami ber-lima yang hang-out bersama malam itu.

Makan malam bersama ayah | Dok. Pribadi

Keesokan hari, Sabtu  31 Desember menjadi hari di penghujung akhir tahun 2016, di beranda, saya bertemu dengan karyawan  dan tetangga kantor ayah yang ramah dan menyambut kami, beberapa kali kami terlibat oborolan ringan dan saling tegur sapa. Pukul 8.00 WIB pagi kami pun berpamitan dan menuju Pekalongan untuk menyiapkan hidangan untuk malam harinya. 

Alun-alun | Dok. Pribadi

Setelah tiba di rumah pukul 11.15 WIB siang, lalu kami  menyampikan hal penting seperti biasa bagi tugas,  layaknya  gerakan pramuka ada regu putri dan regu putra, untuk regu putri menyiapkan mulai dari bumbu, garam, cabai, santan, mengupas ikan sampai bersih, dan memasaknya sementara  regu putra membawa peralatan dan saling berkomunikasi dengan tetangga samping rumah.

Mulai dari anak kecil remaja dan ibu-ibu baik  laki-laki maupun perempuan membaur menjadi satu,  memang jumlah orang  dibatasi dan  untuk lingkup tetangga saja, sebab ini acara kecil. Kami bersyukur, kegiatan malam tahun baru didapuk dengan acara sederhana, namun demikian kami menyadari tetap menghargai teman-teman dan keluarga yang berada di luar kota untuk melangsungkan pergantian tahun  dengan hajatan maupun berlibur versi masing-masing ada yang ke puncak, pantai dan ada pula terbang keluar pulau, melalui kabar  pesan BBM dan WhatsApp  dan ternyata tidak sedikit yang kena macet lewat jalur darat di jalanan untuk  ke tujuan wisata. Yah, kalau begini, lagi-lagi ini musim bertepatan pergantian tahun bung, wajar segala kemungkinan bisa terjadi, jalan tak ubahnya seperti leher botol, dikira lenggang diawal ternyata situasi didepan padat merayap,  mungkin selektif secara teliti diperlukan disini. Kemudian, senja di desa kami pun mulai menunjukkan pekatnya.

Wajah Senyum mulai memadati arena | Dok. Pribadi

Akhirnya pada pukul 21.00 WIB malam,  kami  duduk membundar dan menyantap hidangan ikan gurame bersama-sama, berselimut gerimis suasana tambah akrab sesekali  mengobrol kesana-kemari, saat  adik, kakak, keponakan, ibu dan ayah bisa berkumpul bersama dan keluarga yang lain yang ikut nimbrung dan  saya berfikir ternyata bahagia itu diri kita yang menciptakan. Tuhan telah menciptakan sedemikian rupa hal bentuk melalui keteraturan  dan senantiasa  untuk membuat diri ini selalu bersyukur dalam keadaan apapun.

Salam,

Wonopringgo, 6 Januari 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline