Lihat ke Halaman Asli

Muhammadiyah dan NU, Dua Madzhab Wali Songo, untuk Umat dan Bangsa

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

bagi para kompasianer mohon jangan kaget karena kaos yang saya pakai bertuliskan Gus Dur : Gitu ja Kok Repot (1949-2009) padahal dalam profil saya tertera seluruh sekolah saya adalah sekolah Muhammadiyah dari TK, SD (3 SD) dan bahkan SMP saya di Sekolah Kader Muhammadiyah yang didirikan langsung oleh KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. seiring perkembangan zaman, kedua ormas ini memang memiliki persamaan dan juga perbedaan, akan tetapi mengawal jalannya bangsa Indonesiasejak awal berdiri, karena para pendiri bangsa tidak lain adalah murid dari KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy'arie.

jika diurutkan silsilah kedua ulama tersebut, maka beliau berdua akan bertemu pada Syeikh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik. KH Ahmad Dahlan dari Maulana Ainul Yakin (Sunan Giri) anak Maulana Ishak dan KH Hasyim Asy'arie dari Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang, Guru Sunan Kalijaga) anak Raden Rahmatullah (Sunan Ampel). adapun perbedaan dari kedua ormas tersebut sebenarnya jika diurutkan bersambung pada perbedaan antara Kelompok Sunan Giri (Giri Kedaton) dan Kelompok Sunan Kalijaga, bersama guru beliau Sunan Bonang (Kesultanan Demak), dalam penyebaran agama Islam. Giri Kedaton menyebarkan sayap di kawasan pantai Jawa dan bahkan kawasan Timur Nusantara. maka tidak heran jika Sultan Hasanuddin (Ayam Jantan dari Timur) adalah murid dari Sunan Giri (Paus dari Timur).

sedangkan Kasultanan Demak menyebarkan kawasan pedalaman Jawa dan menggelar pemerintahan, walaupun Giri Kedaton hanya sebatas pondok pesantren akan tetapi tunduk pada Kasultanan Demak seperti hanlnya Kasunanan Cirebon, bahkan dihormati karena Raden Fatah adalah murid Sunan Ampel. bahkan, ketika Kerajaan Mataram, Giri Kedaton pun tunduk, demi persatuan umat. ketika Perang Salib Nusantara (datangnya kolonial Eropa), upaya memecah belah bangsa tidak semudah itu dilakukan karena kuatnya persatuan dan kesatuan Iman dan Islam Umat Islam Nusantara.

tentang da'wah, dapat dikatakan kedua madzhab sama-sama melakukan pendekatan budaya kepada masyarakat, sehingga melebur dengan baik. adapun cerita-verita bahwa kelompok Sunan Kalijaga melakukan tindakan syirik, sebenarnya itu hanya merupakan jalan saja, bukan tujuan. akan tetapi penggunaan jalan sudah tepat sesuai zamannya dan bahkan telah merubah tujuan asal dari syirik kepada tauhid, jika kita cermati dari arsitektur tata kota kraton Jogjakrta dari tugu dampai pendopo di Bantul, yang melambangkan Keesaan Tuhan dan Kebersamaan Manusia dalam menjalani hidup. sedangkan kelompok Sunan Giri mengajarkan kemurnian tauhid tanpa mencampuradukkan ritual agama yang dibangun oleh masyarakat sebalum Da'wah Islam.

ketika zaman kemerdekaan, kedua madzhab wali songo tersebut termanifestasikan oleh Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama yang jika diurutkan juga, KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy'arie pernah satu kamar di salah satu pesantren di Jawa Tengah. dan bahkan kedua ormas (Muhammadiyah dan NU) sama-sama bersatu dalam menyusun dan manjaga bangsa Indonesia sejak lahirnya sampai sekarang walaupun dilanda arus revolusi dan reformasi serta berbagai krisis, dari kerisis politik, ekonomi, moral dan pemikiran. di tengah porak-porandanya bangsa Indonesia ini, masih ada Muhammadiyah dan NU serta berbagai ormas Islam lainnya seperti Persis, Al-Washliyah, Nadhatul Wathan dan lain sebagainya, bersinergi menjaga moralitas dan persatuan bangsa Indonesia.

ketika Pak Din syamsuddin (Ketua Umum PP Muhammadiyah) berbicara di Kairo, pernah menyentil adanya 'pernikaha' antara orang Muhammadiyah dan NU sehingga kedua organisasi tetap akur. bisa dicontohkan adalah Bapak Jusuf Kalla yang tenryata ibu beliau adalah bendahara 'Aisyiyah (Organisasi Otonom Muhammadiyah untuk Ibu-ibu) dan ayah beliau adalah tokoh NU, akan tetapi tetap akur walaupun pada zaman Orde Baru, bahkan sejak Orde Lama, Muhammadiyah dan NU dibenturkan perbedaan soal Qunut, Penetapan Puasa, bahkan ritual-ritual lainnya. akan tetapi berjalan harmonis dan saling menghormati dan mencintai.

berbagai permasalahan umat dan bangsa saat ini memang dapat dikatakan kompleks dari masalah pemahaman agama yang terlalu dibeda-bedakan, perbedaan agama-agama yang terlalu disama-samakan, kepentingan politik pragmatis, terorisme, human traficking, kemiskinan, kebodohan dan lain sebagainya yang jika diurut sutradaranya adalah Tangan Setan yang menggoda nafsu manusia agar kenyang dan tertawa, sehingga lupa bahwa hidup ini singkat dan dilalui bersama-sama.

melihat kondisi bangsa yang sedemikian rupa, maka peran Muhammadiyah dan NU serta seluruh Ormas Islam di tanah air harus bergerak mempersiapkan kader-kader terbaik untuk masa depan sembari memperbaiki yang sudah ada. sehingga kita dapat menatap jalan lurus masa depan bangsa yang lebih cerah dan lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline