Pernikahan merupakan momen sakral yang paling berharga bagi setiap orang. Tak heran jika sebagian orang menghendaki pernikahannya digelar dengan pesta yang megah, meriah dan spektakuler.
Pun tidak menampik fakta yang ada, jika pengadaan pesta pernikahan yang serba glamour bin fantastic akan menaikkan prestise seseorang di mata masyarakat. Kendatipun untuk mewujudkan itu orang rela mengupayakan dengan berbagai cara contohnya saja; berhutang, menjual sawah, ladang, perhiasan, kendaraan bahkan narkoba. Narkoba? Betul!
Seorang kakek bernama Nazir Ben Syam (63 tahun) warga Dusun Cit Giti Kelurahan Lapang Timur, Kecamatan Gandapura, Kabupaten Bireuen, Aceh, ditangkap direktorat reserse narkoba Polda Sumsel atas kepemilikan narkoba jenis sabu seberat 1 kg. Berdasarkan pengakuan tersangka, dirinya terpaksa nekad menjadi kurir narkoba lantaran terdesak kebutuhan untuk pernikahan anaknya.
"Baru dikasih uang Rp1,9juta. Jika berhasil akan dilunasi. Saya dijanjikan diupah Rp 32juta. Terpaksa saya jadi kurir karena untuk anak menikah", ujar sang kakek memberi keterangan.
Cukup dilematis kejadian yang menimpa si kakek yang usianya sudah tidak layak disebut muda itu, sebaliknya kondisi si kakek lebih cocok dijuluki renta. Tapi demi untuk bisa mewujudkan keinginan anak yang hendak menikah dengan syarat harus ada pesta, cara apapun akhirnya ditebas juga oleh Pak Nazir Ben Syam.
Pernikahan memang salah satu fase hidup yang paling membahagiakan dan menjadi moment bersejarah bersatunya dua anak manusia berlainan jenis dalam ikatan janji suci sehidup semati.
Sehingga dengan alasan tersebut seolah menjadi hal wajib untuk dirayakan secara besar-besaran dan sesempurna mungkin, selain itu gengsi juga menjadi salah satu faktor kuat yang mendorong seseorang ogah memperlihatkan kesederhanaan sekalipun keadaan ekonomi yang sebenarnya tidaklah memungkinkan, namun dipaksa untuk dimungkin-mungkinkan. Sekalipun dengan cara tidak halal wa' barokah . Intinya ya pesta pernikahan kudu dilangsungkan dengan aksen yang gemerlap dan berbeda.
Pada dasarnya pernikahan bukanlah siklus berakhirnya perjuangan hidup seseorang, habis menikah terus bahagia selamanya cukup berduaan sepanjang hari segala sesuatunya akan tercukupi dengan sendirinya , oh tidak, melainkan awal atau permulaan dari pergelutan hidup seseorang bersama pasangan.
Pernikahan juga bukan akhir dari segala kerumitan hidup perihal ekonomi. Masih ada jalan panjang yang musti dilalui. Jalan panjang itupun tak ada jaminan akan semulus jalan tol. Jalan bergelombang, berkelok, bahkan berputar-putar seperti jarum jam tidak mustahil akan jadi bahan konser kebidupan. Setelah seseorang resmi menjadi suami istri masih banyak tanggung jawab finansial yang harus diemban.
Pernikahan juga pastinya melibatkan orangtua dari dua belah pihak, yg tentunya sedikit atau banyak mereka akan terlibat dalam pusaran anggaran pesta pernikahan. Sebenarnya tidak ada salahnya menggelar acara pesta pernikahan dengan resepsi yang super duper megah sekalipun; sewa gedung permanen kelas vip, dekorasi pengantin dipenuhi rentetan kristal swarovsky, menggunakan jasa perias andalan yang kosmetiknya menggunakan brand internasional, sepatu pengantin bermaterial kaca serupa cinderella dan sebagainya dan sebagainya.
Tetap dalam koridor sah-sah saja lah, Pak Lurah juga tak punya wewenang untuk mencegah. Hanya saja budget untuk itu memang sudah harus dianggarkan secara matang dan intensif, supaya tidak menanggung beban berat setelah acara pesta dinyatakan finish atau menabrak rambu-rambu yang tidak direkomendasikan oleh aparat kepolisian.