Fenomena bunuh diri kian marak, entah pertanda apa ini. Topik bunuh diri kian menjadi sorotan khusus. Tidak cuma pakar psikologi yang membicarakannya namun sampai ke kedai-kedai kopi dan ibu-ibu berdaster di gerobak abang sayur setiap pagi menjelang siang.
Memang saya perhatikan beberapa bulan terakhir ini rentetan kasus bunuh diri banyak terjadi. Mulai dari golongan artis berkelas, tenar, dan dikenal di seantero dunia. Hingga dari kalangan masyarakat bawah dengan permasalahan pelik menurut kacamata si pelakunya. Seperti yang dilakukan oleh penyanyi terkenal asal Amerika Serikat vokalis group band Linkin Park, Chester Bennington, beberapa pekan lalu yang ditemukan tewas gantung diri di kediamannya oleh asisten rumah tangganya.
Yang sebelumnya aksi bunuh diri dengan cara yang serupa juga dilakukan oleh rekan dekat Chester, Chris Cornell pentolan grub band Soundgarden dan Audioslave pada usianya yang ke 57 tahun. Bahkan para pendahulu-pendahulunya yang memiliki profesi yang sama Kurt Cobain vokalis band Nirvana juga ditemukan tewas pada 8 April 1994 di rumahnya di Seattle, Amerika serikat dengan menembak kepalanya sendiri.
Di Jawa Barat dalam minggu terakhir telah terjadi tiga kali peristiwa bunuh diri. Pertama aksi bunuh diri dilakukan oleh dua orang perempuan kakak beradik dengan melompat dari balkon lantai 5 unit apartemen, Gateway, Jalan Cicadas, Bandung. Kedua orang kakak beradik ini ditengarai menderita depresi sejak 8 tahun yang lalu tepatnya sejak ditinggal ibunya menghadap Yang Maha Kuasa.
Kemudian disusul peristiwa bunuh diri yang dilakukan oleh Andy Renaldy alias Ano, 53 tahun, di Kampung Cijumbre Desa Citanglar Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi, memilih mengakhiri hidupnya dengan menggantung diri. Kasus ketiga korban pria 25 tahun berinisial OK yang melompat dari atas jembatan Pasupati, Kota Bandung. Pemicunya diduga karena asmara yang tidak disetujui oleh ibunya.
Belum lama juga kita dikejutkan oleh seorang pria yang melakukan gantung diri dan direkamnya secara live di bulan Maret yang lalu, di Jagakarsa Jakarta Selatan. Info yang beredar tindakan nekat itu dilakukan karena ada permasalahan dalam rumah tangganya.
Saya sendiri juga pernah punya anggota keluarga yang meninggal dengan cara bunuh diri, gantung diri menggunakan tali tambang yang diikatkan pada kayu yang membujur di atap dapur. Meskipun kejadian itu sudah lama pada 1987. Selang lima tahun kemudian tetangga dekat rumah saya juga menghabisi nyawanya sendiri dengan cara menyetrumkan anggota badannya pada sepotong kabel yang dialiri listrik bertegangan tinggi. Jari-jari tanganya luka parah gosong-gosong seperti terbakar.
Sangat mengerikan. Itu menandakan bahwa praktik bunuh diri memang sudah pernah terjadi sejak lama tapi dalam skala yang tidak sesering sekarang.
Bunuh Diri Bukan Trend
Banyaknya aksi bunuh diri seperti menjadi inspirasi bagi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Bahkan anak-anak di bawah umur pun rentan mengikutinya. Apalagi di zaman digital saat ini dimana media sosial menjadi alat paling cepat dan canggih dalam menyebarkan berita dan informasi apapun. Jika orang yang memakai celana jeans robek-robek menjadi ngehits dan akhirnya digandrungi serta diikuti oleh banyak orang (biar dikata ngehits pula) tapi tidak dengan yang namanya bunuh diri.
Bunuh diri bukan trend yang jika seseorang melakukanya lantas menjadi wow amazing. Bunuh diri adalah perbuatan konyol dan sia-sia belaka. Dan orang yang mengikuti aksi bunuh diri dari melihat orang lain yang juga mati bunuh diri mungkin mikirnya ini on mode. Kok jadi menyamakan nyawa sama celana jeans bolong ya. Ini nyawa woy!