Seorang teman di kantor menceritakan bahwa beberapa hari menjelang hari raya Idul fitri dia kesulitan mencari lahan parkir di hampir semua pusat perbelanjaan. Semua nyaris sesak, meluber tak terkendali. Begitu berhasil memasuki salah satu toko, suasana sangat padat oleh masyarakat yang memilih barang belanjaan.
Teman PNS yang lain berkeluh kesah bahwa tunjangan hari raya tak segera cair, padahal isteri dan anak-anaknya sudah mempunyai perhitungan bahwa hampir seluruhnya dari uang tunjangan hari raya (THR) hendak dibelanjakan untuk kepentingan hari raya.
Tak berbeda dengan mayoritas kalangan masyarakat lainnya, mulai dari kalangan kecil sampai kalangan berada, menjelang lebaran seolah terjangkit demam gila belanja.
Pengakuan para manajer dan pemilik toko menyebut bahwa 10 hari menjelang hari- H lebaran selalu terjadi lonjakan omzet penjualan. Lonjakan serupa tentu dipastikan terjadi terhadap belanja versi online, kabarnya bahkan sampai ratusan persen.
Apalagi pemerintah sudah memberikan kelonggaran perlakuan terhadap kondisi pandemi covid-19 yang mulai terkendali. Sehingga beberapa pihak memprediksi bahwa tahun ini akan ada lonjakan signifikan terhadap tingkat kunjungan ke pusat perbelanjaan.
Berita yang dilansir oleh investor.id menyebut, sebanyak 10 sektor usaha akan menuai lonjakan omzet selama musim lebaran 2022. Ke-10 sektor itu adalah perdagangan, transportasi, industri makanan dan minuman, industri fashion dan baju muslim, tas, sepatu, mukena, parcel, logistik, dan rental kendaraan.
Munculnya perilaku konsumtif menjelang hari raya setidaknya dapat digali dari dua sisi.
Pertama, dari sisi kondisi sosialkultural masyarakat Indonesia. Guru Besar Sosiologi Universitas Sriwijaya (Unsri) Prof Alfitri menerangkan bahwa kecenderungan konsumtif masyarakat Indonesia itu timbul atas asumsi bahwa Idul Fitri adalah momen sakral. Kebanyakan muslim ingin mempersiapkan segala sesuatu dengan sempurna, jadi semua pendanaan ekonomi keluarga yang sudah dikumpulkan selama satu tahun, akan cenderung habis ditumpahkan saat lebaran.
Dorongan lain munculnya perilaku konsumtif disebabkan adanya THR. Indonesia merupakan satu dari sedikit negara yang menerapkan kebijakan THR. Maka layak jika penerima THR yang yang terdiri dari para pekerja sektor negeri maupun swasta juga ikut terdorong dan terjangkit demam gila belanja.
Fenomena sosial yang telah mengakar dan membudaya selama puluhan tahun ini memiliki sisi positif sekaligus negatif. Bisa jadi menguntungkan, namun pada saat bersamaan dapat membahayakan ketahanan ekonomi masyarakat itu sendiri.
Sisi positifnya, fenomena gila belanja akan menggerakkan aspek ekonomi. Jumlah uang beredar yang naik drastis akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi dan membangkitkan usaha kecil. Wilayah pinggiran/pedesaan juga diuntungkan oleh peredaran uang dampak dari mudik lebaran.