Bagi siapapun yang melintasi jalan tol menyimpan keasyikan tersendiri. Selain itu mengendara di jalan tol tidak perlu tenaga ekstra sebab tak ada tikungan tajam meskipun terdapat tanjakan, adanya tidak seberapa. Walaupun demikian pengendara harus tetap mawas dan waspada guna keselamatan diri dan orang lain.
Lalu, bagaimana kalau 'jalan tol' menjadi 'pola pikir'? Seperti apa pola 'pikir jalan tol?
Berpikir merupakan hal pertama yang harus diambil oleh individu dalam menyikapi setiap perkara dengan maksud tetap bijak dalam menanggapi bermacam fenomina. Apalagi manusia dituntut untuk selalu berpikir sebagaimana jamaknya lafadz fikr (pikir) dalam suatu kitab suci (baca: Al-Qur'an).
Lantaran pikiran manusia menjadi berbeda dengan setiap makhluk dibelantara alam nyata ataupun gaib. Karena pikiran pulalah manusia dinobatkan sebagai makhluk paling mulia, unik, serta cerdas sebagaimana sejarah Malaikata, iblis yang dititahkan bersujud kepada Nabi Ada alaihissalam kerena kepandaiannya dalam menyebutkan nama-nama benda. Walaupun pada akhirnya iblis menentang titah-Nya.
Sejarah ini bisa dimaknai bahwa pola 'pikir jalan tol' awalnya dipopulerkan oleh iblis yang mengaku tadak pantas bersujud kepada Nabi Adam alahissalam melalui logika -ana kairun minhu khalaqtani min narin wakhalaqtahu min thin (Aku [iblis] lebih baik dari Adam. Engkau ciptakan aku dari api dan Adam dari tanah). (Al-Qur'an).
Nyata! Logika iblis hanya untuk mempertahankan ke-aku-annya sendiri. Mari beranalogi, ambil benih padi, jagung, atau apapun lalu taruh ke kobaran api bisa dipastikan benih-benih tersebut dilahap dan menjadi arang. Beda hasilnya kalau benih-benih itu disemai ditanah yang bakal tumbuh hingga akhirnya menjadi sumber penghidupan sebagaimana yang dilihat dan dirasakan kita bersama-sama. Apalagi bila tanahnya se-gemah ripah loh jenawai Indonesia.
Sepertinya logika iblis dan pola 'pikir jalan tol itu ditiru oleh sebagian manusia. Hal ini bisa dilihat dari peng-aku-an beberapa individu terhadap diri sendiri yang mewarnai sekaligus mengangkangi kefitrahan individu sebagai -yulada 'alal fithrah (dilahirkan dalam keadaan suci)
Didukung dengan sikap gegabah dan egois yang melulu ditonjolkan. Akibatnya, legitimasi 'benar sendiri' dan 'menang sendiri' selalu digaungkan untuk mempertahankan ke-aku-an serta menghamba pada pola 'pikir jalan tol'.
Selanjutnya bila pola 'pikir jalan tol' terus dipaksakan maka cenderung meniadakan eksistensi keberagaman yang nyata mendustai kebhenika tunggal ikaan. Padahal, sejatinya kita dituntut dan wajib menerima keberagaman untuk tetap merawat kesatun yang selama ini dicita-citakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H