Lihat ke Halaman Asli

Munawwir Ahmad

Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam UIN Bandung

Review Jurnal tentang Krisis Politik di Kalimantan Tahun 1950

Diperbarui: 30 Oktober 2022   21:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Judul        : Krisis Politik di Kalimantan Barat Tahun 1950 : Suatu Proses Menuju Integrasi kedalam Repulik Indonesia

Penulis     : Mohammad Rikaz Prabowo dan Aman

Penerbit   : Patanjala Vol 13 No. 2

Cetakan   : 2021

ISSN       : 2085-9937 / 2598-1242

Tebal      : 18

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia masih banyak daerah yang berfikir ulang untuk menyatakan bergabung kedalam Republik Indonesia, dengan berbagai pertimbangan yang beragam. Di Kalimantan Barat kesultanan-kesultanan tidak sepenuhnya mendukung Republik Indonesia karena menganggap pemerintah Republik Indonesia belum memiliki pengalaman dalam menjalankan tata kelola negara, sehingga dianggap tidak mampu menjamin keamanan serta kesejahteraan masyarakat. Disamping masih adanya keinginan untuk mempertahankan sistem feodal melalui sistem swapraja, alasan lain diantaranya hubungan baik yang terjalin dengan Belanda menjadi alasan utama mempertahankan dominasi kesultanan.


Namun, keinginan tersebut mendapatkan penolakan dari pemuda republikan yang mendukung pemerintahan RI. Gerakan pemuda ini pada akhirnya menjadi persaingan politik setelah munculnya Gerakan Persatuan Indonesia (GAPI) yang dipimpin Dr. Mas Soedarso pada 1946 dan Komite Nasional Kalimantan Barat (KNKB) keduanya menolak Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB) Pimpinan Sultan Abdul Hamid II yang dianggap sebagai kaki tangan Belanda, dan mendesak daerah ini untuk bergabung kedalam Republik Indonesia.

Menjelang Konferensi Meja Bundar (KMB) terjadi perdebatan mengenai bentuk negara federalis unitaris menjadi perbincangan serius. Sultan Abdul Hamid II berhasil melakukan kompromi dengan Mohammad Hatta, hasil kesepakatan tersebut akan dibentuk RIS berdasarkan demokrasi dan Federalisme, sementara di Pontianak para tawanan politik seperti TNI, termasuk pendukung NICA dibebaskan. sementara itu GAPI mendesak pemerintahan DIKB agar mengizinkan bendera Merah Putih dikibarkan, Hal ini disetujui Pemerintah DKIB dengan syarat harus berdampingan dengan bendera merah putih biru dengan catatan diwaktu-waktu tertentu.

Di Den Hag, Sultan Abdul Hamid II sebagai Ketua BFO menyuarakan perlunya Indonesia menjadi negara Federal dan BFO perlu didirikan. Sejak badan federal itu dilahirkan, maka ditujukan untuk tercapainya kemerdekaan Tanah Air kita, kemerdekaan bagi segenap bagian Tanah Air kita, dan untuk mencapai suatu persatuan yang dapat menjamin kemerdekaan baik bagi seluruhnya maupun untuk bagianbagiannya. Akhirnya perundingan KMB usai dan mengahasilkan keputusan pengakuan Belanda terhadap RIS. Di Kalimantan Khususnya Pontianak pengakuan kedaulatan disambut dengan kebahagiaan, namun, GAPI sendiri menerima kenyataan ini tetapi akan tetap mendukung negara kesatuan

Memasuki 1950 terjadi krisis politik karena adanya keinginan  kaum republik untuk mengintegrasikan Kalimantan Barat menjadi bagian RI yang dimotori oleh GAPI dan KNKB. Masalah keamanan menjadi fokus perhatian pasca KMB, GAPI dan KNKB menginginkan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) berasal dari TNI sesuai konstitusi RIS dimana urusan pertahanan dan keamanan dipegang oleh Pemerintah Federal RIS, hal ini harus disegerakan agar APRIS bukan berasal dari KNIL yang nantinya mempersulit perjuangan kaum Republikan. namun di pihak DIKB menolak pengiriman TNI ke Kalimantan Barat karena bukan suatu hal yang mendesak, hal ini menjadi perbincangan di rapat Kabinet RIS, Kolonel T.B Simatupang sempat menunda pengiriman namun pada akhirnya TNI tetap dikirim dan mendapat persetujuan dari pemerintahan RIS. Masalah kedatangan APRIS menjadi awal mula konflik antara kaum federalis yang dimotori Sultan Abdul Hamid dan Kaum Republikan yang dimotori oleh GAPI dan KNKB. Masalah selanjutnya pengangkatan Sultan Abdul Hamid II sebagai Menteri Negara RIS mendorong GAPI mengadakan rapat pada 6 Januari 1950. DKB melakukan sidang perdana pada 11 Januari 1950 yang diwarnai oleh demonstrasi dari KNKB yang menuntut dibubarkannya DIKB  dan bergabung dengan RI serta menerima masuknya TNI

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline