Lihat ke Halaman Asli

Munawir Jumaidi Syadsali

ASN di Dinas Tanaman Pangan, Hortikulturan dan Peternakan

Jagat Agung Jagat Alit, Makrocosmos dan Mikrocosmos, Hamba dan Tuhan

Diperbarui: 14 Oktober 2024   09:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok.Pribadi

Dalam Khasanah Spiritual Nusantara, Jagat Agung atau Jagat Gedhe serta Jagat Alit yang oleh budaya Modern disebut Makrocosmos dan Microcosmos merupakan istilah penting untuk memahami kosmologi masyarakat nusantara terutama masyarakat jawa. Jagat Agung (Makrokosmos): Merupakan alam semesta yang luas dan besar, mencakup segala sesuatu yang ada di luar diri manusia. Ini termasuk langit, bumi, bintang, matahari, bulan, dan seluruh fenomena alam lainnya. Jagat Agung sering diibaratkan sebagai sebuah sistem yang sangat kompleks dan teratur, di mana segala sesuatu saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Jagat Alit (Mikrokosmos): Merupakan alam semesta dalam diri manusia. Jagat alit ini mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, baik fisik maupun non-fisik, seperti pikiran, perasaan, jiwa, dan raga. Manusia dalam pandangan Jawa dianggap sebagai cerminan dari jagat agung, sehingga segala yang terjadi di jagat agung akan berdampak pada jagat alit, dan sebaliknya. Konsep jagat agung dan jagat alit dalam kosmologi Jawa menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat antara manusia dengan alam semesta. Manusia tidak dapat dipisahkan dari alam semesta, melainkan merupakan bagian yang integral dari alam semesta itu sendiri.
Hasil perenungan yang saya pribadi pahami mengenai konsep ini terutama pada sisi Jadag Alit atau Microcosmos, dimana saya melihat Jagad Alit ini lebih kepada Gagasan yang ada di Pikiran Manusia mengenai bagaimana Dunia atau semesta ini berjalan. Keselarasan dari Jagat Agung dan Jagad Alit ditentukan oleh Seberapa selaras atau seberapa sesuai Gasagasan yang ada di pikiran kita mengenai bagaimana semesta ini berjalan dengan Realitas nyata berjalannya semesta dan hukum hukum yang mengaturnya.
Contoh yang agak ekstrim adalah ketika kita punya Pikiran bahwa kehidupan ini di jalankan, dipelihara atau diatur oleh Tuhan dan Perangkat perangkatnya, maka kita akan banyak berbenturan dengan Realitas dan Hukum Nyata yang mengatur Kehidupan karena kita hanya akan memaksakan atau melakukan cocologi terhadap kondisi yang kita saksikan dalam kehidupan kita dengan Konsep yang kita yakini. Contohnya ketika ada Gempa, kita bisa saja melihat bahwa Gempa terjadi karena Tuhan Murka pada Manusia karena kelakuan manusia yang sudah melampaui batas, padahal gempa merupakan fenomena alami yang terjadi mengikuti letak lempengan lempengan bumi yang memiliki potensi untuk bergeser atau bergerak, jadi walaupun manusia disuatu wilayah hidup rukun, damai dan mengikuti ajaran Tuhan jika letaknya merupakan wilayah dengan potensi Gempa yang besar maka gempa tetap akan terjadi di wilayah tersebut.
Kesimpulannya, jika gagasan gagasan yang ada dipikiran kita mengenai semesta dan hukum hukum yang mengaturnya sesuai dengan realitas nyata dari semesta dan hukum hukumnya di Jadag Agung maka manusia akan bisa menjalani hidupnya dengan lebih tenang dan damai karena apa yang dia ucapkan dan lakukan sudah sesuai dengan hukum sebab akibat, manusia yang jagad alitnya selaras sudah menyadari konsekwensi nyata dari apa yang dia putuskan dalam menjalani hidupnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline