Lihat ke Halaman Asli

munalia Azzahra Halimanwar

Political science student at Islamic State University Syarif Hidayatullah Jakarta

Arah Gerak Kasus Rasial Berujung pada Suasana Panas di Medan Perang Antar Dua Lansia (Pilpres AS 2020)

Diperbarui: 12 Juni 2020   08:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

idntimes.com

(Studi Kasus : Kematian George Floyd)

Oleh : Munalia Azzahra H

@munalia1407@gmail.com

Isu Rasial di Amerika

Menjadi rasisme adalah suatu keyakinan yang mempunyai dua komponen, yaitu perbedaan dan kekuasaan. Rasisme berasal dari sikap mental yang memandang mereka berbeda dengan kita secara permanen dan tidak terjembatani. Perasaan berbeda tersebut kemudian mendorong masyarakat ras yang merasa lebih unggul untuk mendominasi dan menguasai masyarakat ras lainnya. Sikap rasis tersebut tercermin dalam bentuk prasangka rasial, labelisasi atau streotipe terhadap ras lain, dan diskriminasi rasial. Fenomena tersebut terus terjadi secara berulang-ulang ketika masyarakat ras yang berbeda bertemu dan berinteraksi, saling menyombongkan sesuatu yang dianggap menjadi keunggulan yang dimiliki, (George, 2002 :9).

Seperti yang telah banyak diketahui, bahwa kasus rasisme yang terjadi di Amerika, bukan hanya kasus kematian yang menimpa George Floyd saja. Berdasarkan fakta dalam sejarah, seperti dilansir dari berita harian suara.com kekerasan seperti ini sudah terjadi selama berabad-abad di Amerika. Bahkan  sejak dulu, orang kulit hitam hanya dianggap sebagai budak dan hak-hak mereka dibatasi oleh orang kulit putih yang merasa bahwa kedudukan yang mereka miliki lebih tinggi dari orang yang berkulit hitam. “How deeply racism was embedded in American social science during most of twentieth century.” (Morris 2015:221). Sejarah mencatat sekitar abad ke-20, hukuman mati tanpa pengadilan juga muncul sebagai taktik baru untuk mengendalikan kehidupan orang kulit hitam.

Dalam kasus lain misalnya, pada tahun 1919, kekerasan ras besar-besaran gempar di Amerika. Di Chicago misalnya, pada 27 Juli 1919  seorang remaja berkulit hitam  bernama Eugene Williams, dibunuh hanya karena diketahui ikut berenang di bagian khusus kolam yang dilabeli milik 'kulit putih' Danau Michigan. Persis seperti amarah pasca kematian Floyd, massa menjadi geram ketika William dibunuh. Kemudian unjuk rasa mengenai masalah tersebut berlanjut sekitar sebulan dan berakhir pada Agustus 1919 dengan kematian 15 orang kulit putih, 23 orang kulit hitam dan sedikitnya 500 orang terluka. Jumlah ini belum termasuk ribuan keluarga kulit hitam yang kehilangan rumah.

Sehubungan dengan keberadaan orang kulit hitam di Amerika, Feagin (1982 : 115) mengatakan bahwa, “Black Americans have been defined as racially different by white groups for several centuries on the basis of certain physical characteristics, such as skin color and hair type, presume to be unchangeable.” Pernyataan Feagin, memberikan gambaran bahwa diskriminasi ras dan segresi masih muncul pada masyarakat kulit hitam di Amerika pada tahun 1930-an dan sulit untuk diakhiri.

Kronologi Pembunuhan George Floyd

“Siapa yang kamu panggil saat polisi membunuh?”. Ini adalah salah satu tulisan yang turut mewarnai suasana protes yang tertera di papan para demonstran. Kejadian tragis yang menimpa seorang warga yang berdarah Afrika-Amerika, George Floyd berujung pada kematian dan lagi-lagi jatuh pada kasus diskriminasi ras. Pria yang diketahui berumur 46 tahun tersebut meninggal setelah ditanggap dan di cekik dibagian leher oleh polisi yang bernama Derek Chauvin yang kebetulan juga merupakan seorang yang berasal dari ras ‘kulit putih’ di luar sebuah toko di Minneapolis, Minnesota akibat dituding membeli rokok dengan uang palsu senilai US$ 20.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline