Lihat ke Halaman Asli

Muna Khansa Mufidah

Mahasiswi, Penulis buku 100 Nama 101 Cerita

Membakar Semangat Milenial dengan Budaya Lokal

Diperbarui: 30 November 2021   12:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Keanekaragaman Kebudayaan Lokal. Sumber: kumparan.com

Bangsa Indonesia tercatat sebagai bangsa yang heterogen, mencakup beraneka ragam suku, ras, agama, bahasa, pakaian hingga kuliner. Kemajemukan bangsa Indonesia termasuk salah satu kekayaan yang unik dan khas serta jarang dimiliki oleh negara-negara lain. Makanya, tak pana jika bumi pertiwi kaya akan budaya dan kearifan lokal. 

Namun dari semua itu, mayoritas rakyat tampaknya kurang mengindahkan budaya mereka yang sejatinya spektakuler. Hal tersebut disebabkan oleh sedikitnya pemahaman mengenai pengetahuan dan minimnya fasilitas yang memadai dari pemerintah guna menyediakan informasi terkait budaya Indonesia.

Di sisi lain, kecilnya jumlah budayawan yang sangat kontras dengan melimpahnya masyarakat Indonesia, mengakibatkan diperlukannya regenerasi untuk menjaga budaya Indonesia agar tidak pupus akibat dilupakan oleh setiap individu. 

Yang mencengangkan, sebagian kultur Indonesia telah dirampas oleh penduduk asing. Hal ini alangkah disayangkan, karena sebagai negara yang besar dengan nilai populasi terbanyak nomor 4 di dunia, penduduk Indonesia bersikap acuh tak acuh terhadap budaya lokal dan membanggakan kebudayaan lain yang merasuki Indonesia (Nisafani, dkk, 2014). Bila kita intai, dewasa ini nilai-nilai kearifan lokal yang melekap pada bangsa ini lambat laun telah memudar disebabkan dampak teknologi di periode global sekarang.

Yang memprihatinkan lagi, budaya lokal kini menghadapi tantangan globalisasi yang serius, termasuk di kota-kota yang menyandang predikat Urban, Metropolitan, dan Cosmopolitan. Kita sudah jarang menjumpai Gambang Kromong, Rebana Ketimpring, Tajidor, dan sebagainya di Kota Jakarta. Di Sumatera, untungnya kita masih mendapati Sastra Tutur dan Teater Tradisional Dul Muluk. 

Tetapi sejauh pengamatan, corak kesenian tersebut mengalami pasang surut dalam kehidupannya, malah ada beberapa yang telah merasakan mati suri (Setyaningrum 2018). Dalam percakapan sehari-hari saja, saat ini para pelajar baik di sekolah dasar, menengah, dan perguruan tinggi cukup banyak yang menggunakan bahasa Indonesia. Boleh jadi bahasa daerah telah mereka hiraukan. Sebab itulah, kita sebagai penerus bangsa sudah sepantasnya untuk selalu memakai bahasa daerah biar tidak punah.

Apalagi seiring dengan perkembangan zaman yang kian pesat, menjadikan masyarakat cenderung malas mengerjakan aktivitas yang jauh bermanfaat dikarenakan lebih sibuk dengan adanya teknologi canggih dan menggiurkan seperti gadget. 

Teknologi di masa ini memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan masyarakat. Menurut lembaga riset GFK Asia tahun 2013, penjualan smartphone di Indonesia mencapai 14,8 juta unit dengan total transaksi 39,1 triliun (Defrianto, dkk, 2015). Di era 4.0 saat ini, para remaja, pemuda bahkan anak-anak kecil, agaknya sudah kecanduan sama yang namanya Android. Melalui android tak lupa juga kuota internet, membuat segala sesuatu bisa dilihat, digenggam, dan didapat. 

Hampir tak ada lagi yang menyangkal kehebatan internet. Memang kehadirannya membawa andil yang begitu besar dalam kehidupan manusia di penjuru sudut alam raya. Lebih dari itu, karena munculnya beraneka varian aplikasi media sosial dan game, membuat para pemuda milenial terbawa arus untuk terus menjelajahinya. Setiap hari mereka membuka akun media sosial sembari rebahan, lalu ngobrol, memposting foto, audio, video atau hanya sekadar memandang beranda milik orang lain. Oleh sebab itu, generasi milenial kurang peduli terhadap apapun yang ada di sekitarnya terutama pada budaya mereka sendiri lantaran mereka senantiasa disuguhi oleh aplikasi-aplikasi yang amat menarik untuk diselami.

Salah satu solusi alternatif supaya para pemuda khususnya mahasiswa kembali gemar dan bergairah dalam menanamkan budaya Nusantara adalah dengan menciptakan situs-situs website yang membahas tentang kultur Nusantara. Kemudian, bisa pula dengan merancang sebuah aplikasi yang di dalamnya berupa lagu-lagu daerah maupun nasional sebagaimana Joox dan Spotify yang mana di situ terselip beragam genre musik. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline