Ketika anda menggunakan salah satu transportasi di publik, anda pasti tidak asing dengan moda transportasi yang satu ini, ya Transjakarta salah satunya, menjadi salah satu angkutan umum yang selalu tidak ada sepinya di Ibukota. Ketika anda naik dan turun di halte tujuan, kita akan ketemu petugas yang menggunakan rompi biru berkemeja putih dan bercelana biru, mereka adalah Pramusapa yang memberikan informasi kepada pelanggan atau penumpang yang membutuhkan informasi ditempat.
Baru-baru ini, sempat beredar kabar bahwa para pramusapa yang berasal dari vendor yakni PT Sapta Sejahtera, telah habis masa kontraknya, yang membuat beberapa pramusapa berada dalam situasi abu-abu, menginggat saat ini mereka harus beralih vendor dari PT Sapta Sejahtera kepada PT Angkasa Pura.
Dalam waktu bersamaan, terdapat beberapa pramusapa yang tidak memilih melanjutkan lagi sebagai pramusapa di PT Transjakarta tersebut.
Sebetulnya, pramusapa yang ada di Transjakarta dibagi dua, ada yang merupakan karyawan tetap dan ada yang merupakan karyawan vendor. Karyawan tetap diciri-cirikan menggunakan rompi bewarna full biru, sedangkan karyawan yang berasal dari vendor, berciri-ciri menggunakan rompi bergaris oranye.
Tentu melihat kejadian ini sangat mengikis perasaan penulis, karena penulis sangat berempati pada masalah ini dan juga penulis merupakan pengguna setia Transjakarta setiap harinya, penulis juga sering bertanya-tanya kepada pramusapa tersebut apabila membutuhkan informasi yang kurang jelas, atau ada penumpang yang membuthkan pertolongan petugas setempat. Namun, kini penulis tidak dapat melihat lagi para pramusapa-pramusapa tersebut setelah terjadi perubahan vendor.
Dari kejadian ini, penulis sempat bertanya-tanya dalam diri penulis sendiri, mengapa PT Transjakarta tidak mendirikan semacam anak perusahaan yang bertujuan mengelola para pramusapa tersebut ? Seharusnya dengan adanya perusahaan mampu menampung ratusan atau mungkin ribuan karyawan Transjakarta yang dapat bekerja sebagai pramusapa. Penulis ambil contoh PT KAI dan anak perusahaannya atau yang lebih dikenal dengan KAI Group.
Mereka memiliki tanggungjawab dalam mengelola karyawannya, seperti contoh para petugas Costumer Service yang sering dijumpai di loket atau di kereta yang dikenal dengan istilah Customer Service On Train (CSOT), merupakan karyawan yang berasal dari PT KAI Wisata, atau contoh lain para petugas keamanan yang berasal dari PT KAI Service. Adanya anak perusahaan ini diharapkan untuk mndorong bisnis pelayanan angkutan umum lebih baik lagi.
Begitupun dengan Transjakarta, seandainya ada anak perusahaan yang dapat mengelola pramusapa tersebut, diharapkan mampu memberikan benefit dan keuntungan maksimal kepada masyarakat Jakarta dan sekitarnya yang sering berpergian menggunakan bus atau menggapai transportasi publik lainnya. Penulis berharap tentu ada solusi untuk memitigasi masalah ini, sehingga diharapkan mampu mencegah adanya fenomena seperti PHK dll.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H