Pendahuluan
Liberalisasi perdagangan internasional telah menjadi kekuatan pendorong perekonomian global, mendorong pertumbuhan ekonomi, efisiensi, dan pilihan konsumen. Konsep ini mengacu pada pengurangan atau penghapusan hambatan perdagangan seperti tarif, kuota, dan peraturan, yang memungkinkan arus barang dan jasa yang lebih bebas melintasi perbatasan internasional.
Konteks Sejarah
Sejarah liberalisasi perdagangan internasional dapat ditelusuri kembali ke era pasca-Perang Dunia II, dengan ditetapkannya Perjanjian Umum mengenai Tarif dan Perdagangan (GATT) pada tahun 1947. Tujuan utama GATT adalah untuk mengurangi hambatan perdagangan dan membangun sebuah kerangka multilateral untuk negosiasi perdagangan. Selama beberapa putaran perundingan, para anggota GATT berupaya menurunkan tarif dan mengatasi hambatan non-tarif, sehingga membuka jalan bagi era perdagangan modern.
Meskipun GATT dirancang untuk mendorong pengurangan tarif di antara negara-negara anggota, dan dengan demikian memberikan landasan bagi perluasan perdagangan multilateral, pada periode berikutnya terjadi peningkatan gelombang perjanjian perdagangan regional. Dalam waktu kurang dari lima tahun setelah GATT didirikan, Eropa akan memulai program integrasi ekonomi regional melalui pembentukan Komunitas Batubara dan Baja Eropa pada tahun 1951, yang pada akhirnya akan berkembang menjadi apa yang kita kenal sekarang sebagai Uni Eropa (UE).
Regionalisme Eropa juga mendorong majunya agenda GATT ketika negara-negara lain berupaya untuk melakukan pengurangan tarif lebih lanjut guna bersaing dengan perdagangan preferensial yang dihasilkan oleh kemitraan Eropa. Hal ini memicu banyak perjanjian perdagangan regional lainnya di Afrika, Karibia, Amerika Tengah dan Selatan. Dengan demikian, regionalisme tidak serta merta tumbuh dengan mengorbankan multilateralisme, namun bersamaan dengan multilateralisme. Dorongan terhadap regionalisme kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan negara-negara untuk melampaui ketentuan GATT.
Perkembangan Pasca Uni-Soviet
Soviet Setelah pembubaran Uni Soviet, Uni Eropa (UE) secara aktif berupaya menjalin perjanjian perdagangan dengan negara-negara di Eropa Tengah dan Timur. Pada saat yang sama, pada pertengahan tahun 1990an, UE memulai beberapa perjanjian perdagangan bilateral dengan negara-negara di Timur Tengah. Demikian pula, Amerika Serikat terlibat dalam negosiasi perdagangan strategisnya sendiri, yang berpuncak pada perjanjian bilateral dengan Israel pada tahun 1985 dan pembentukan Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) dengan Meksiko dan Kanada pada awal tahun 1990an. Periode ini juga menjadi saksi munculnya perjanjian perdagangan regional yang signifikan di Amerika Selatan, Afrika, dan Asia.
Perkembangan selanjutnya, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) muncul pada tahun 1995, mewarisi peran dari Perjanjian Umum tentang Tarif dan Perdagangan (GATT) sebagai entitas global terkemuka yang mengawasi liberalisasi perdagangan, sesuai dengan perundingan perdagangan Putaran Uruguay. Jangkauan WTO melampaui fokus utama GATT pada barang, mencakup kebijakan komprehensif di bidang jasa, kekayaan intelektual, dan investasi. Pada awal abad ke-21, WTO telah memperluas keanggotaannya ke lebih dari 145 negara, dan masuknya Tiongkok pada tahun 2001 menandai perluasan yang signifikan.
Peran Organisasi
Perdagangan Dunia Pada tahun 1995, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) didirikan, menggantikan GATT. WTO memperluas cakupan perjanjian perdagangan dengan mencakup jasa dan kekayaan intelektual, dan menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa untuk menegakkan komitmen anggota. Peran WTO dalam memfasilitasi negosiasi perdagangan dan menyelesaikan perselisihan sangat penting dalam memajukan liberalisasi perdagangan internasional.